TEMPO.CO, Jakarta - PT Bank Central Asia (BCA) Tbk. menutup 2018 dengan laba bersih setelah pajak sebesar Rp25,9 triliun, naik 10,9 persen dibandingkan dengan capaian pada tahun 2017.
Simak: 2018, Nilai Transaksi Digital BCA Tembus Rp 27.000 Triliun
Kenaikan laba bersih tersebut tercapai di tengah tantangan tren margin bunga yang menipis. Margin bunga bersih (net interest margin/NIM) BCA per akhir 2018 tercatat sebesar 6,1 persen, turun tipis dari posisi pada tahun sebelumnya sebesar 6,2 persen.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja mengatakan menjaga komposisi pendapatan bunga bersih dan nonbunga menjadi penting di tengah era kenaikan suku bunga kebijakan.
“Pertumbuhan laba itu balancing dari elemen itu. Kalau ada tekanan NIM, kami coba subtitusi dengan fee based income [pendapatan nonbunga],” katanya dalam paparan kinerja 2018 di Jakarta, Kamis 28 Februari 2019.
Adapun berdasarkan laporan publikasi, pendapatan bunga bersih BCA per akhir 2018 naik 8,3 persen yoy menjadi Rp45,3 triliun. Hal itu diikuti oleh pendapatan nonbunga bank yang tumbuh 17 persen menjadi Rp17,7 triliun.
Jahja menambahkan bahwa pada tahun ini, dengan semakin banyak inovasi digital, pendapatan nonbunga dari komisi diharapkan bisa kembali tumbuh dua digit.
“Tapi mencari komisi dari [transaksi] digital ini juga harus hati-hati, karena fintech itu banyak memberikan gratis biaya komisi dari transaksi pembayaran digital,” katanya.
Selain itu, Jahja juga menambahkan bahwa profitabilitas bank saat ini juga diuntungkan dengan kehadiran berbagai inovasi digital keuangan. Upaya untuk mengejar efisiensi sangat terbantu dengan pemanfaatan teknologi.
Pada akhir tahun lalu beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) BCA turun tipis, dari 58,6 persen per 2017, menjadi 58,2 persen per 2018. Jahja mengatakan ke depan akan berupaya terus menurunkan rasio, meskipun tidak mudah.
Pasalnya belum semua nasabah BCA akrab dengan teknologi. Beberapa nasabah kakap tidak terlalu antusias mengikuti perkembangan layanan keuangan digital.