TEMPO.CO, Jakarta - PT Freeport Indonesia (PTFI) memperkirakan produksi bijih pada tahun ini hanya sekitar 41 juta ton. Angka tersebut merosot drastis bila dibandingkan produksi bijih pada tahun lalu yang bisa mencapai 178.100 ton per hari.
Baca: Freeport Tanggapi Cerita Pertemuan Jokowi dan James Moffett
Presiden Direktur PTFI Tony Wenas menjelaskan, penurunan produksi bijih itu seiring dengan proses transisi penambangan dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah. Ia memprediksi hingga tahun depan produksi diperkirakan masih relatif sama dan belum ada peningkatan signifikan.
Namun, menurut Tony Wenas, kondisi tersebut akan berubah mulai 2021. "Pada 2021 produksi akan naik mendekati 60 juta ton bijih per tahun dan pada 2022 kami akan kembali ke tingkat produksi normal," katanya, Rabu, 27 Februari 2019.
Sepanjang tahun lalu, penjualan tembaga PTFI mencapai 1,13 miliar pon dengan produksi sebanyak 1,16 miliar pon. Untuk emas, penjualannya sepanjang tahun lalu mencapai 2,37 juta ounce dengan produksi sebanyak 2,42 juta ounce.
CEO Freeport-McMoRan Inc., salah satu pemegang saham PTFI, Richard C. Adkerson mengatakan penambangan terbuka di Grasberg akan selesai pada semester I tahun 2019. Tambang bawah tanah yang terus dikembangkan perusahaan pun diharapkan bisa segera menaikkan produksinya selama masa transisi.
Adkerson menyebutkan tahun-tahun transisi seperti saat ini artinya perusahaan memulai kembali operasi tambangnya. "Ini adalah tugas besar yang sudah kami rencanakan dengan hati-hati selama bertahun-tahun dan sekarang dieksekusi seusai jadwal," ujarnya.
Baca: Disebut Bohong soal Freeport, Sudirman Said: Tuduhan Kaset Rusak
Lebih jauh Adkerson mengaku optimistis bisa meraih target-target yang telah ditetapkan terkait operasi tambang bawah tanah Freeport tersebut. Adapun tambang bawah tanah ditargetkan mampu memproduksi lebih dari 200 ribu ton bijih emas dan tembaga berkadar tinggi per hari.
BISNIS