TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah diperkirakan bakal bergerak melemah hingga Jumat, 22 Februari 2019. Kendati, langkah Bank Indonesia mempertahankan nilai suku bunga acuannya sudah sesuai dengan ekspektasi pasar.
Simak: BI Pertahankan Suku Bunga, Ekonom: Positif Bagi Sektor Perbankan
Berdasarkan RTI Business hari ini, Kamis, 21 Februari 2019 pukul 19.13 WIB, kurs berada pada level Rp 14.063 per dolar Amerika Serikat. Angka itu melemah 0,16 persen ketimbang saat pembukaan, yaitu di level Rp 14.040 per dolar AS.
"Saya kira pergerakan rupiah hari ini tidak banyak dipengaruhi kebijakan Bank Indonesia, sebab pasar sudah memperkirakan kalau bank sentral akan menahan suku bunga, pergerakan rupiah lebih dipengaruhi faktor lain," ujar Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah kepada Tempo, Kamis, 21 Februari 2019.
Di samping itu, Piter melihat adanya faktor global, khususnya terkait keluarnya Inggris dari Uni Eropa alias Brexit. "Ketidakpastian Brexit semakin mendorong investor untuk sementara melepas rupiah, apalagi melihat pelemahan mata uang Asia lainnya."
Rapat Dewan Gubernur atau RDG Bank Indonesia pada 20-21 Februari 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate atau BI7DRR sebesar 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.
Ekonom di Institute for Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira menilai langkah Bank Indonesia mempertahankan suku bunga sudah tepat. Sebab, langkah itu membuat imbal hasil instrumen berbasis bunga masih menarik.
"Imbas ke sentimen pasar juga positif karena sesuai ekspektasi pasar, dana asing masuk ke bursa saham hari ini sebesar Rp351 miliar," ujar Bhima. Imbasnya, bursa saham juga ditutup menguat 0.38 persen. Kendati demikian, ia memperkirakan rupiah masih bergerak melemah di kisaran Rp 14.050 hingga Rp 14.100 pada esok hari.
Bhima mengatakan pelemahan tipis rupiah lebih disebabkan oleh kekhawatiran Brexit, negosiasi perang dagang, dan meningkatnya preferensi investor untuk memegang aset yang aman, yaitu dolar. "Rupiah masih punya resiko melemah dalam jangka panjang selama defisit neraca transaksi berjalan melebar di kisaran 3 persen," ujar dia. "Itu menandakan secara struktural ada hantu yang menahan penguatan rupiah."