TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan buka suara mengenai penguasaan sejumlah lahan dari perusahaan miliknya. Dia mengakui memiliki penguasaan lahan dari dua perusahaan tambang.
Baca juga: Soal Penguasaan Lahan Tambang, Luhut: Itu Sebelum Jadi Menteri
"Soal kepemilikan lahan, saya betul punya tambang batu bara, tapi saya lihat itu angkanya aneh-aneh, angkanya di-verified dulu lah. Saya ada dua perusahaan saya mesti bilang pemilik perusahaan di situ," kata Luhut saat mengelar afternoon tea di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Rabu 20 Februari 2019.
Sebelumnya, dalam debat calon presiden ke dua di Hotel Sultan pada Ahad, 17 Februari 2019 kemarin, isu mengenai pengusahaan lahan yang luas sempat mengemuka. Sebabnya, calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo atau Jokowi sempat menyerang lawanya, Prabowo Subianto dengan isu kepemilikan lahan seluas 340 ribu hektare di Kalimantan Timur dan Aceh.
Adapun penelusuran Tempo, dan kelompok sipil Auriga Nusantara mendapati bisnis lingkungan dengan penguasaan lahan hampir seluas 1,1 juta hektare di berbagai daerah. Usaha ini bertalian dengan sejumlah politikus dan pengusaha pada dua kelompok pendukung calon presiden.
Penelusuran Tempo dan Auriga juga menemukan bahwa ada tiga perusahaan tambang yang diduga berafiliasi dengan Luhut. Ketiganya adalah lahan milik PT Toba Bara Sejahtra, PT Adimitra Baratama Sejahtera dan PT Trisensa Mineral Utama. Masing-masing memiliki luas 683 hektare, 2.990 hektare dan 3.414 hektare.
Kendati demikian, Luhut menuturkan sejumlah lahan itu didapatkan sebelum dirinya menjabat sebagai menteri. Sebab, sebelum menjabat menjadi seorang menteri, dia memang telah berprofesi sebagai seorang pengusaha.
"Kalau saya pemilik lahan kan dulu saya memang pengusaha, semua yang saya dapat itu sebelum saya jadi menteri. Selama saya menteri saya tidak satupun bisnis lagi, Anda bisa cek," kata dia.
Luhut Pandjaitan melanjutkan ke depan pengusaan lahan yang berlebih itu dipastikan akan berkurang. Sebab, pemerintah saat ini telah memiliki beberapa kebijakan yang bisa memonitor kepemilikan lahan seperti one map policy. Selain itu, dengan ada kebijakan perizinan online single submission (OSS) bisa mendeteksi hal itu.