TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menanggapi pernyataan mantan Menteri ESDM Sudirman Said soal cikal bakal perpanjangan izin PT Freeport Indonesia di Papua.
Baca juga: Pengamat: Surat Sudirman Said Jadi Kelemahan Hadapi Freeport
Jonan mengatakan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia dengan syarat divestasi 51 persen baru dibahas di era pemerintahannya. "Kita start dari nol. Presiden minta arahnya empat ini," kata Jonan di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu, 20 Februari 2019.
Jonan menuturkan, dia bersama dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno baru merencanakan pembahasan perpanjangan kontrak Freeport dengan empat dasar pada 2016.
Jonan memaparkan salah satu tugasnya sebagai Menteri ESDM yang menjabat pada 14 Oktober 2016. Menurut dia, Presiden RI Joko Widodo alias Jokowi memintanya menyelesaikan persoalan kontrak Freeport.
Jika Freeport ingin kontrak diperpanjang, menurut Jonan, ada empat syarat dari Jokowi. Pertama, divestasi 51 persen untuk Indonesia. Dengan begitu, kepemilikan saham negara atas perusahaan itu menjadi 51 persen.
Kedua, Freeport harus membangun smelter. Ketiga, Freeport menyetujui perubahan izin usaha pertambangan khusus operasi dan produksi dari kontrak karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Terakhir bahwa penerimaan negara harus lebih besar.
"Waktu semasa saya ditugaskan di sini, ditinggal semua. Kita mulai dengan empat format itu," ucap Jonan.
Sebelumnya, Sudirman Said blak-blakan soal surat perpanjangan izin untuk Freeport di Papua. Sudirman membantah surat perpanjangan tertanggal 7 Oktober 2015 dibuat atas inisiatifnya. Dia menyebut, surat itu diterbitkan atas perintah Jokowi.
"Tidak panjang lebar presiden (Jokowi) mengatakan 'tolong disiapkan surat seperti apa yang diperlukan. Kira-kira kita ini menjaga kelangsungan investasi nanti dibicarakan setelah pertemuan ini'. Baik," kata Sudirman Said dalam keterangan tertulisnya.
