TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan mengumumkan total utang pemerintah pusat hingga Januari 2019 mencapai Rp 4.498,56 triliun. Jumlah ini naik sebesar Rp 80,26 triliun dari posisi Desember 2018 yang masih sebesar Rp 4.418,3 triliun atau naik Rp 539,9 triliun dibandingkan posisi Januari 2018.
Baca: Sebut Utang Pemerintah Aman, Chatib Basri Ingatkan 2 Tantangan
Namun, persentase utang pada Januari 2019 ini mencapai 30,1 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Angka itu masih lebih rendah dibandingkan batas dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yaitu sebesar 60 persen.
"Jadi PDB masih menutupi hampir 4 kali dari jumlah utang pemerintah saat ini," seperti dikutip dari siaran pers Kementerian Keuangan, Rabu, 20 Februari 2019.
Secara proporsi, Surat Berharga Negara (SBN) masih mendominasi total utang ini yaitu mencapai 82,31 persen. Sementara sisanya yaitu 17,69 persen disumbang dari pinjaman. Dari total pinjaman Rp 795,79 triliun hingga Januari 2019, hampir seluruhnya atau Rp 788,66 triliun merupakan pinjaman dari pihak asing.
Dalam pemaparannya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pembiayaan utang pada Januari 2019 mencapai Rp 122,4 triliun, naik hampir 4,5 kali lipat dibandingkan Januari 2018 yang hanya Rp 22,6 triliun. Realisasi Rp 122,4 triliun ini telah mencapai 34,09 persen dari target APBN yang hanya sebesar Rp 359,2 triliun. "Sehingga pembiayaan utang naik cukup signifikan," ujarnya.
Lebih lanjut, Kementerian Keuangan menyatakan bahwa dalam komponen pembiayaan utang secara bruto, anggaran untuk pembayarannya tentu telah disiapkan, khususnya pada utang yang jatuh tempo. "Sehingga kecil kemungkinan pemerintah tidak dapat melunasi kewajibannya," tulis pihak Kemenkeu.
Sebelumnya, kritik soal utang pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Joko Widodo atau Jokowi sering dilontarkan oleh calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 yakni Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Prabowo Subianto, misalnya, mengatakan, sebaiknya sebutan Menteri Keuangan saat ini diganti dengan Menteri Pencetak Utang. Dia berujar penggantian sebutan ini karena utang Indonesia terus bertambah banyak.
"Utang menumpuk terus, kalau menurut saya jangan disebut lagi lah ada Menteri Keuangan, mungkin Menteri Pencetak Utang," kata Prabowo di acara Deklarasi Nasional Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia untuk Pemenangan Prabowo-Sandi di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Timur, Sabtu, 26 Januari 2019.
Prabowo menyebut menteri keuangan saat ini gemar dan bangga mencetak utang. Namun, kata dia, yang disuruh membayar utang orang lain.
Baca: Faisal Basri Komentari Utang Pemerintah yang Disebut Membahayakan
Sementara itu Sandiaga Uno menyebutkan setiap bayi yang baru lahir telah dibebani utang pemerintah Rp 13 juta. Data itu disebutkan pernah disebut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.