TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memperbaharui dua aturan soal Kemudahan Impor Tujuan Ekspor, yakni KITE Pembebasan dan KITE Pengembalian. Aturan ini, menurut Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi, adalah inovasi untuk memacu ekspor.
“Peraturan baru ini merupakan deregulasi dan penyederhanaan peraturan sebelumnya. Kami telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 160/PMK.04/2018 dan nomor 161/PMK.04/2018 yang mulai berlaku pada 18 Februari 2019,” kata Heru di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin 18 Februari 2019.
Sejumlah pembaharuan dengan berlakunya beleid anyar antara lain dengan menciptakan perizinan operasional dan transaksional KITE secara online, mempercepat janji layanan pengembalian Bea Masuk, serta membuka peluang pemasukan dan pengeluaran melalui Pusat Logistik Berikat.
Selain itu, dengan aturan terbaru itu, Heru mengatakan Bea Cukai memberikan kemudahan bagi perusahaan dengan menghapuskan Laporan Pemeriksaan Ekspor (LPE) dan menyiapkan LHPRE yang tersedia otomatis secara sistem sebagai pengganti LPE.
Di samping itu, pemerintah juga melakukan relaksasi atas ketentuan pengenaan sanksi bagi perusahaan KITE Pembebasan, dan memberikan fasilitas pembebasan atas impor barang contoh, reekspor untuk bahan baku sisa serta tidak sesuai spesifikasi. "Kami membuka kesempatan perusahaan untuk mengajukan penyelesaian dan pelunasan tagihan lebih awal tanpa menunggu jatuh tempo," kata Heru.
Selain merilis aturan baru, Bea Cukai juga merilis aplikasi KITE berbasis online alias e-KITE. “Aplikasi ini dapat memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk menyampaikan pertanggungjawaban dan pengajuan pengembalian Bea Masuk secara online, melakukan pengajuan konversi maupun perbaikan konversi secara online, dan melakukan monitoring terkait PIB dan PEB perusahaan,” ujar Heru.
Sebelumnya, Berdasarkan resume hasil pengukuran dampak ekonomi KB dan KITE secara nasional untuk tahun 2017, rasio ekspor terhadap impor yang menggunakan fasilitas KB dan KITE adalah sebesar 2,40. Artinya setiap nilai US$ 1 bahan baku yang diimpor dengan kedua fasilitas tersebut telah menghasilkan nilai US$ 2,40 produk yang telah diekspor.
Di samping itu, survey terhadap total 1606 perusahaan, yang terdiri dari 1244 perusahaan di kawasan berikat dan 362 perusahaan yang menerima kemudahan impor tujuan ekspor, dua fasilitas itu memberi kontribusi nilai ekspor mencapai Rp 780,83 triliun atau setara 34,37 persen dari nilai ekspor nasional. Ditambah lagi, nilai tambah dari KB dan KITE terhadap perekonomian tercatat Rp 402,5 triliun.
Dua fasilitas pendukung ekspor itu juga berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang diserap dari pemanfaatan fasilitas itu mencapai 1,95 juta orang. Adapun 97 persen dari total tersebut diisi oleh tenaga kerja lokal.
Manfaat lain yang diterima dari adanya fasilitas tersebut adalah pajak pusat yang mencapai Rp 85,49 triliun dan pajak daerah yang mencapai Rp 5,11 triliun. Sementara nilai investasi yang masuk dari kawasan ini adalah Rp 178,17 triliun. Riset yang sama juga menunjukkan bahwa fasilitas itu menumbuhkan aktivitas ekonomi, antara lain tumbuhnya 92.251 jaringan usaha langsung dan 268.509 usaha tidak langsung yang meliputi usaha akomodasi, perdagangan, makanan, dan transportasi.