TEMPO.CO, Jakarta - Kawasan Berikat (KB) dan fasilitas Kemudahan impor Tujuan Ekspor (KITE) diklaim memberikan dampak positif dalam mendorong perekonomian di berbagai sektor Industri di seluruh wilayah Indonesia. Untuk membuktikannya, Direktorat Jenderal Bea Cukai menggandeng Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan University Network for Indonesia Export Development membuat survey manfaat tersebut.
Simak: Jokowi Lepas Kontainer Ekspor Kopi Ke - 250 Ribu dari Tangerang
"Saya menyambut gembira inisiatif Bea Cukai untuk terus melibatkan dunia akademis dan pelaku usaha untuk terus bersama-sama memahami bagaimana Indonesia, sehingga bisa menggiatkan ekspor dan investasi serta memahami keunggulan, serta hal yang perlu kita dukung," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin, 18 Januari 2019.
Berdasarkan resume hasil pengukuran dampak ekonomi KB dan KITE secara nasional untuk tahun 2017, rasio ekspor terhadap impor yang menggunakan fasilitas KB dan KITE adalah sebesar 2,40. Artinya setiap nilai US$ 1 bahan baku yang diimpor dengan kedua fasilitas tersebut telah menghasilkan nilai US$ 2,40 produk yang telah diekspor.
Di samping itu, survey terhadap total 1.606 perusahaan, yang terdiri dari 1.244 perusahaan di kawasan berikat dan 362 perusahaan yang menerima kemudahan impor tujuan ekspor, dua fasilitas itu memberi kontribusi nilai ekspor mencapai Rp 780,83 triliun atau setara 34,37 persen dari nilai ekspor nasional. Ditambah lagi, nilai tambah dari KB dan KITE terhadap perekonomian tercatat Rp 402,5 triliun.
Dua fasilitas pendukung ekspor itu juga berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang diserap dari pemanfaatan fasilitas itu mencapai 1,95 juta orang. Adapun 97 persen dari total tersebut diisi oleh tenaga kerja lokal.
Manfaat lain yang diterima dari adanya fasilitas tersebut adalah pajak pusat yang mencapai Rp 85,49 triliun dan pajak daerah yang mencapai Rp 5,11 triliun. Sementara nilai investasi yang masuk dari kawasan ini adalah Rp 178,17 triliun. Riset yang sama juga menunjukkan bahwa fasilitas itu menumbuhkan aktivitas ekonomi, antara lain tumbuhnya 92.251 jaringan usaha langsung dan 268.509 usaha tidak langsung yang meliputi usaha akomodasi, perdagangan, makanan, dan transportasi.
Dalam menggenjot ekspor, Bea Cukai juga telah memperbaharui beberapa peraturan KITE pembebasan dan KITE pengembalian. “Peraturan baru ini merupakan deregulasi dan penyederhanaan peraturan sebelumnya. Kami telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 160/PMK.04/2018 dan nomor 161/PMK.04/2018 yang mulai berlaku pada 18 Februari 2019,” ujar Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi.
Beberapa inovasi yang dilakukan, antara lain pemberlakuan aturan baru dengan menciptakan perizinan operasional dan transaksional KITE secara online, mempercepat janji layanan pengembalian Bea Masuk, serta membuka peluang pemasukan dan pengeluaran melalui Pusat Logistik Berikat. Selain itu, Bea Cukai juga memberikan kemudahan bagi perusahaan dengan menghapuskan Laporan Pemeriksaan Ekspor (LPE) dan menyiapkan LHPRE yang tersedia otomatis secara sistem sebagai pengganti LPE.
"Kami juga memberlakukan relaksasi atas ketentuan pengenaan sanksi bagi perusahaan KITE Pembebasan, dan memberikan fasilitas pembebasan atas impor barang contoh, re-ekspor untuk bahan baku sisa serta tidak sesuai spesifikasi dan membuka kesempatan perusahaan untuk mengajukan penyelesaian dan pelunasan tagihan lebih awal tanpa menunggu jatuh tempo," ujar Heru.