TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menjelaskan alasan impor jagung kendati ada potensi untuk menyerap jagung dari dalam negeri. "Potensi memang ada, tapi kita kurang dalam mengukur kebutuhan industri, industrinya itu yang menengah ke bawah," ujar Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Mushdalifah Machmud di Menara Kadin, Jakarta, Kamis, 14 februari 2019.
Baca: Darmin: Kalau Enggak Impor Jagung, Harganya Bisa Rp 8.000
Semestinya, ujar Mushdalifah, pemerintah sudah bisa mengukur produksi pada musim panen raya dan paceklik. Sehingga, pemerintah bisa memperhitungkan kebutuhan dalam beberapa bulan ke depan dipenuhi dari mana saja. "Dengan memiliki informasi jagung yang tepat, kita bisa memperluas tanaman jagung kita yang harapannya memenuhi kebutuhan di dalam negeri."
Selain itu, Mushdalifah melihat pendataan mengenai pertanian jagung di Indonesia memang masih kurang tersistem dengan bail. Imbasnya, terjadi kekurangan saat musim paceklik melanda. Ketika sudah tahu bahwa kebutuhan itu tidak tercukupi, baru lah pemerintah memikirkan langkah untuk mencukupi kebutuhan itu.
"Kita baru melakukan pencukupan kebutuhan dengan impor pada saat-saat terakhir," kata dia. "Ke depan, kita perlu memperbaiki data dan sistem informasi dari tanaman jagug dalam negeri kita."
Baca Juga:
Sebenarnya, Mushdalifah melihat pada tahun 2017 gejolak harga jagung tidak terlalu banyak terjadi. Gonjang-ganjing harga terjadi pada 2018 diperkirakan lantaran adanya ketidaksesuaian antara produksi dan kebutuhan pada musim paceklik.
Persoalan lainnya juga adalah distribusi jagung. Menurut dia wilayah produksi jagung sangat luas dan ada juga di wilayah yang keterjangkauan logistiknya terbatas. Untuk itu, ia mengatakan pemerintah perlu mengukur produsen dan konsumen jagung di dalam negeri dengan lebih detail.
Misalnya saja saat ini masih banyak wilayah di Jawa yang kekurangan jagung, Namun, di saat yang sama, terjadi panen raya besar-besaran di Sumatera Utara. "Kemana jagung itu? Mungkin industri kita menyerap besar sekali dan itu yang perlu kita antisipasi lebih baik lagi ke depan."
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan impor jagung saat ini harus dilakukan. Sebab, bila impor tidak dilakukan harga jagung bisa mencapai Rp 8.000 per kilogramnya. "Kalau harga mahal, itu berarti kurang jagungnya, syukur ada impor ini kalau nggak harganya bisa Rp 8.000," katanya di Kemenko Perekonomian, Selasa, 22 Januari 2018.
Darmin menjelaskan jagung merupakan salah satu komoditas penting yang bisa mempengaruhi harga telur dan daging ayam. Sebab, jagung merupakan salah bahan utama untuk pakan ternak.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memastikan pemerintah akan kembali mengimpor jagung untuk pakan ternak tahun ini. Jumlahnya mencapai 30 ribu ton. Ia menuturkan keputusan ini diambil setelah rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. "(Karena pasokan jagung untuk pakan ternak) kurang," katanya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 7 Januari 2019.
Enggartiasto tak merinci jumlah kekurangan pasokan jagung tersebut. "Tanya sama yang produksi," ujar dia merujuk kepada Kementerian Pertanian saat itu.
Baca: Pemerintah Akan Impor Jagung Pakan Ternak 30 Ribu Ton
Impor jagung sebanyak 30 ribu ton itu nantinya akan dilaksanakan Bulog. Kementerian Perdagangan akan menerbitkan surat persetujuan impor dalam waktu dekat. Bulog sebelumnya juga mengimpor 100 ribu ton jagung untuk pakan ternak dari Brasil dan Argentina.
KARTIKA ANGGRAENI