TEMPO.CO, Jakarta - Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menemukan fakta bahwa mayoritas perusahaan layanan fintech ilegal asing berasal dari Cina, Rusia dan Korea Selatan.
Baca: Pinjaman Online Kian Meresahkan, OJK Hentikan 231 Perusahaan
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing di Jakarta, Rabu, mengatakan perusahaan fintech ilegal asing yang berasal dari Cina sebanyak 10 persen atau 23 perusahaan, dari total 231 perusahaan asing dan domestik yang dihentikan kurun Januari-Februari 2019.
"(Dari Cina), kira-kira tidak sampai 10 persen dari total. Ada lagi dari Rusia, Korea Selatan. Cina kebanyakan," ujar Tongam.
Tongam menjelaskan, sangat tidak mudah untuk membasmi perusahaan fintech ilegal asing sebab perusahaan tersebut bekerja secara virtual dan dapat berganti-ganti nama dengan mudah. Satgas baru mengetahui lokasi dan identitas perusahaan tersebut ketika penyidik kriminal siber dari kepolisian sudah turun tangan.
"Kebanyakan mereka virtual kita gak tau servernya. Kita baru tahu kalau masuk penyidikan kepolisian," ujar Tongam.
Ke depan, Tongam mengimbau kepada masyarakat jika menemukan kegiatan perusahaan tekfin ilegal agar segera melapor ke Satgas atau kepolisian. "Tekfin ilegal ini delik aduan. Kami imbau masyarakat juga untuk melapor jika terjebak," katanya.
Tongam juga mengimbau agar masyarakat tidak bekerja sama dengan perusahaan fintech ilegal. Jika masyarakat ingin bekerja sama dengan perusahaan fintech, maka masyarakat dapat membuka situs resmi OJK untuk melihat daftar 99 perusahaan fintech terdaftar (legal) yang sudah mendapat persetujuan OJK.
Untuk mengetahui daftar perusahaan fintech legal itu, masyarakat dapat membuka situs resmi OJK. Selain itu, masyarakat juga dapat menghubungi kontak layanan konsumen di nomor telepon 157 untuk melihat daftar tekfin legal dan mengetahui tata cara berkegiatan yang aman dengan tekfin.
"Kalo di tekfin legal, tidak akan ada intimidasi. Kami larang perusahaan tekfin yang intimasi, meminta akses ke seluruh kontak, meminta akses foto galeri di telepon genggam konsumen. Jika melanggar, kami akan sanksi," ujar Tongam.
Baca: LBH Jakarta Perkirakan Ada 3.000 Aduan Soal Fintech Nakal
Selain itu, fintech legal juga diharuskan transparan mengenai segala macam biaya dan besaran bunga terhadap konsumen sebelum menawarkan kesepakatan kerja sama dengan konsumen. "Kalau tekfin yang bunganya tinggi sekali itu pasti ilegal. Karena Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) sudah memiliki kode berperilaku di pasar (code of conduct) untuk anggotanya," ujar dia.
ANTARA