TEMPO.CO, Jakarta -Standard Chartered Indonesia menyebut hasil Pemilihan Umum 2019 tidak bakal terlalu berpengaruh kepada sikap investor di tahun ini. Menurut dia, para pemilik modal bakal cenderung melihat fundamental ekonomi Indonesia.
Baca: Bangun Jalan Tol via Utang, Jasa Marga: Pertanda Investor Percaya
Belum lagi, menurut Managing Director & Head Wealth Management Standard Chartered Bank Indonesia Bambang Simarno, siapa pun presiden yang bakal terpilih nanti, agendanya akan tetap sama, yaitu memajukan perekonomian, memperbaiki infrastruktur, dan mengejar pertumbuhan ekonomi.
"Jadi, siapa pun presidennya enggak akan mempengaruhi investor menjadi negatif atau positif," ujar Bambang di Hotel Mulia, Jakarta, Senin, 11 Februari 2019. Apalagi, respon pasar dalam beberapa beberapa pemilihan presiden lalu memang mengalami pertumbuhan positif.
Pada pemilu 2009 misalnya, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan ternyata justru mencapai level 20 persen. Begitu pula pada tahun politik berikutnya di 2014, di mana kinerja IHSG moncer di atas 40 persen. "Kalau lihat tren, pemilihan presiden selalu didukung dengan pembelanjaan yang berkaitan dengan pemilu."
Dengan demikian, Bambang melihat tren yang sama juga akan kembali terjadi pada 2019 ini. Ia menyebut ada posibilitas pasar saham akan cemerlang. Mengingat, IHSG pun kini masih berada di level 6.500. Level tersebut, ujar dia, adalah saat yang tepat bagi para pemodal untuk masuk. Sebelum nantinya akan lebih banyak lagi dana asing yang masuk.
"Valuasi perusahaan yang bagus akan membuat price earning ratio-nya jadi lebih mahal, saat ini kan price earning ratio untuk saham di Indonesia masih rendah," kata Bambang.
Mengenai jenis produk, Bambang menilai tren reksa dana saham bakal cemerlang pada tahun ini. Kendati, pada 2018 kinerja Indeks Harga Saham Gabungan negatif, yaitu di level -2,54 persen. "Tahun lalu banyak dana asing keluar dari Indonesia atau emerging market lain, kalau kita lihat awal 2019, Januari - Februari saja kita lihat banyak dana sudah masuk kembali ke dalam negeri," ujar Bambang.
Alasan lainnya yang membuat Bambang optimistis kinerja reksa dana saham bakal moncer pada tahun ini adalah kondisi perekonomian global. Di awal tahun ini, Amerika Serikat terlihat mulai mengerem kenaikan suku bunga dan perang. Selain itu perang dagang antara negeri Abang Sam dan Cina juga diperkirakan akan mereda. "Jadi, kami melihat kondisi itu cukup positif untuk perkembangan reksa dana saham di Indonesia," kata Bambang.