TEMPO.CO, Jakarta - Hasil riset Research Institute of Economic Development (RISED) mengemukakan bahwa kenaikan tarif ojek online berpotensi mengurangi pengguna sehingga akan meningkatkan penggunaan kendaraan pribadi kembali.
Baca juga: Skema Tarif Ojek Online Naik, YLKI: Terlalu Tinggi dan Beresiko
"Kenaikan tarif ojek 'online' (daring) mendorong konsumen kembali menggunakan kendaraan pribadi, sehingga meng-disinsentif penggunaan transportasi publik," kata Ketua Tim Peneliti RISED Rumayya Batubara dalam jumpa pers paparan hasil riset di Jakarta, Senin, 11 Februari 2019.
Menurut Rumayya, hal tersebut karena kenaikan tarif berpotensi menggerus permintaan ojek online karena akan ada konsumen yang enggan menggunakan ojek online kembali.
Bila memang demikian adanya, maka ke depannya juga akan mendorong kembali konsumen untuk beralih dari menggunakan ojek online, kembali menggunakan kendaraan pribadi.
Rumayya yang juga merupakan Ekonom dari Universitas Airlangga itu juga mengatakan bahwa konsumen sangat sensitif terhadap segala kemungkinan peningkatan tarif, yang terlihat dalam hasil survei. "Kenaikan tarif ojek online berpotensi menurunkan permintaan konsumen hingga 71,12 persen," kata Rumayya.
Dari hasil survei yang dilakukan RISED diketahui bahwa jarak tempuh rata-rata konsumen adalah 8,8 km/hari.
Dengan jarak tempuh sejauh itu, apabila terjadi kenaikan tarif dari Rp 2.200/km menjadi Rp 3.100/km (atau sebesar Rp 900/km), maka pengeluaran konsumen akan bertambah sebesar Rp 7.920/hari. "Bertambahnya pengeluaran sebesar itu akan ditolak oleh kelompok konsumen yang tidak mau mengeluarkan biaya tambahan sama sekali, dan yang hanya ingin mengeluarkan biaya tambahan kurang dari Rp 5.000/hari. Total persentasenya mencapai 71,12 persen," katanya.
Pembicara lainnya, mantan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Zumrotin K Susilo menjelaskan tarif memang selalu menjadi pertimbangan penting konsumen dalam menggunakan layanan atau produk. Hal itu, menurut Zumrotin, dapat terlihat dari hasil survei yang dilakukan RISED bahwa 64 persen responden mengaku menggunakan aplikasi dari dua perusahaan aplikasi ojek daring.
"Persentase ini menunjukkan layanan ojol amat sensitif dengan harga yang ditawarkan," kata Zumrotin. Zumrotin mengingatkan bahwa jika tarif ojek online naik drastis, maka ada kemungkinan konsumen akan kembali beralih ke kendaraan pribadi di jalanan akan semakin tinggi.
Sementara itu, ekonom UI Fithra Faisal mengingatkan bahwa peningkatan harga akan berdampak terutama kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang sebagian kerap menjadi pengguna moda ojek online.
ANTARA