TEMPO.CO, Jakarta - Anggota tim ekonomi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Drajad Wibowo, mengatakan kebocoran kebocoran keuangan negara sudah menjadi rahasia umum di Indonesia. Kebocoran, kata dia, bisa dari sisi belanja, penerimaan atau pembiayaan, baik dalam APBN atau APBD.
BACA: Jokowi Minta Prabowo Buktikan Soal Anggaran Bocor 25 Persen
"Lalu berapa mark-up dalam belanja APBN atau APBD? mark up ataupun korupsi itu kan dunia hitam, kita tidak pernah tahu pasti besarannya," kata dia yang menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut saat dihubungi di Jakarta, Kamis, 7 Februari 2018.
Sehingga kalau Prabowo membuat taksiran kebocoran keuangan negara atau anggaran sebesar 25 persen, Drajad menilai hal tersebut wajar-wajar saja. "Kalau masih ada yang ngotot minta data, itu asal ngotot namanya, wong taksiran terhadap dunia hitam kok diminta data."
Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto sebelumnya memperkirakan sebanyak 25 persen anggaran pemerintah Indonesia bocor. Prabowo menyebut salah satu akibat dari maraknya mark-up atau penggelembungan harga yang dilakukan oknum-oknum.
“Bayangkan jembatan harganya Rp 100 miliar ditulis Rp 150, 200, 300 miliar. Dan ini terjadi terus menerus,” ucap Prabowo, dalam acara ulang tahun Federasi Serikat Buruh Metal Indonesia, di Sports Mall, Jakarta, Rabu 6 Februari 2019.
Drajad melanjutkan bahwa indikasi kebocoran itu terlihat dari banyaknya kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jumlah kepala daerah yang ditangkap KPK saja, kata dia, sudah 100 lebih. Padahal itu hanya puncak dari gunung es saja, lebih banyak lagi kasus yang belum diungkap."
Drajad menyinggung kasus korupsi yang melibatkan Mantan Bendahara Partai Demokrat, M. Nazaruddin. Pada tanggal 27 Agustus 2013, Elza Syarif yang merupakan pengacara Nazaruddin menyebut kliennya bakal membuka kasus korupsi yang melibatkan pemerintah dan swasta. Salah satu modusnya yaitu mark-up yang bisa mencapai 10 hingga 45 persen.
Lebih lanjut, Drajad juga mengatakan bahwa Presiden Jokowi juga pernah menekankan jangan ada mark up anggaran. Pernyataan itu, kata Drajad, disampaikan saat penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) kepada kementerian, lembaga dan pemerintah daerah di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 11 Desember 2018. "Jika tidak banyak mark up, kenapa sampai Presiden harus menekankan hal tersebut?"
Tempo juga mengkonfirmasi pernyataan Prabowo ini kepada Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Nufransa Wira Sakti. Ia mempersilakan Prabowo melapor kepada unit terkait bila ada kebocoran anggaran pada tingkat kementerian atau lembaga.
"Kami sangat menentang adanya korupsi pada pelaksanaan anggaran, APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) adalah uang rakyat, tidak boleh dikhianati sepeserpun," kata dia saat dihubungi di hari yang sama.