TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Nawir Messi mengatakan untuk lepas dari jebakan middle income trap atau jebakan kelas menengah, pemerintah perlu melakukan perbaikan fundamental. Salah satunya dengan mendorong pertumbuhan jumlah investasi yang masuk untuk bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Baca: Ekonom: Sektor Ritel Terus Tumbuh di Sepanjang 2019
"Saya hitung kalau ingin keluar dari jebakan middle income trap, maka butuh investasi berapa? Pada tingkat pertumbuhan 6 persen misalnya, kita butuhkan lonjakan investasi sekitar 14 persen, kalau 7,5 persen untuk keluar dari perangka kita butuhkan 43 persen," kata Nawir di Jakarta, Kamis 7 Februari 2019.
Badan Pusat Statistik atau BPS sebelumnya mengumumkan bahwa rata-rata pendapatan orang Indonesia mencapai Rp 56 juta atau US$ 3.927 per tahun. Angka ini tercatat naik sebesar 7,92 persen dari 2017 yang mencapai Rp 51,89 juta atau US$ 3.876,8 per tahun. Dengan tingkat rata-rata pendapatan itu, Indonesia bisa dikatakan telah masuk ke dalam negara yang memiliki pendapatan menegah ke atas.
Hal ini didasarkan pada kategori yang dibuat oleh Bank Dunia. Dalam kategori tersebut, sebuah negara bisa dikatakan masuk dalam berpendapatan menengah ke atas jika memiliki pendapatan rata-rata mencapai US$ 3.896 - US$ 12.055 per tahun. Sedangkan untuk negara maju, pendapatan rata-ratanya harus berada di atas US$ 12.056 per tahun.
Dengan asumsi yang sama, kata Nawir, angka pertumbuhan ekonomi sebesar 7,5 persen itu setidaknya harus dijaga hingga 2030 untuk bisa lepas dari jebakan negara dengan label jebakan kelas menengah. Tentu saja, perkara meningkatkan investasi hingga 43 persen itu bukanlah hal yang mudah.
Apalagi ditengah kondisi tahun politik dan juga masih melambatnya pertumbuhan investasi saat ini. Badan Koordinasi Penanaman Modal mengumumkan bahwa investasi hanya tumbuh 4 persen sepanjang 2018. Akibatnya target realisasi pencapaian investasi sepanjang 2018 tak mencapai target.
Realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) sepanjang tahun lalu hanya mencapai Rp 721,3 triliun alias sekitar 94 persen dari target. Apabila dirinci, total realisasi investasi PMDN mencapai Rp 328,6 triliun atau naik 25,3 persen. Sedangkan realisasi investasi PMA adalah sebesar Rp 392,7 triliun, turun 8,8 persen dibandingkan realisasi investasi tahun sebelumyan.
"Karena itu, pertumbuhan investasi yang sampai 43 persen itu sangat berat, dibutuhkan reformasi yang mendasar di sisi supply bukan hanya demand," kata Nawir.
Nawir mengatakan, dengan momentum tahun politik atau pemilihan presiden (Pilpres), siapapun pemimpin politik yang berkuasa tak lagi punya banyak pilihan. Sebab, tingkat investasi merupakan salah satu dari tiga faktor besar yang menopang tingkat pertumbuhan ekonomi domestik. "Saya tidak tahu, siapapun presiden terpilihnya nanti apakah bisa mencapai angka 43 persen ini. Sebab ini memang tugas berat," kata Nawir.