TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Presiden Joko Widodo alias Jokowi bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika mengatakan 2018 merupakan tahun bersejarah dan berprestasi setelah Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,17 persen sepanjang 2018.
Baca juga: BKPM: Pertumbuhan Ekonomi Meleset Akibat Investasi Seret
Menurut Erani, prestasi ini bisa dicapai di tengah kondisi ekonomi global melambat sejak 2011 yang ikut berdampak pada ekonomi domestik. "Jadi, kita terbang saat negara lain menukik turun," kata Erani dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tempo, Rabu 6 Februari 2019.
Menurut data Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi Cina turun dari 6,9 persen pada 2015 menjadi 6,5 persen pada 2018, di kuartal IV. Korea Selatan juga turun dari 2,8 persen pada 2015 menjadi 2 persen pada 2018 di kuartal IV, serupa, India juga turun dari 7,4 persen pada 2015 menjadi 6,7 persen pada 2018.
Di kawasan Asia Tenggara, penurunan pertumbuhan ekonomi juga terjadi. Ekonomi domestik Malaysia, misalnya, hanya tumbuh 4,4 persen pada kuartal IV-2018. Padahal pada 2015 ekonomi Malaysia bisa tumbuh 5,1 persen.
Sedangkan pada saat bersamaan, tren pertumbuhan ekonomi Indonesia justru naik, dari 4,88 persen pada 2015 menjadi 5,17 persen pada 2018. Selain pertumbuhan ekonomi yang meningkat sejak 2016, pemerintah juga dinilai berhasil dalam pengurangan 3 masalah ekonomi yang mematikan: kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan.
"Ini pencapaian yang tidak pernah diperoleh sepanjang satu dekade sebelum tahun 2015. Bahkan, angka kemiskinan menjadi sejarah karena mencapai level terendah sejak Indonesia merdeka," kata Erani.
Adapun, Badan Pusat Statistik mencatat, tingkat penduduk miskin tinggal 9,66 persen pada 2018. Angka ini menurun drastis jika dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya, yang masih bertengger pada angka 11 persen.
Selain itu, sejalan dengan perbaikan angka kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga menurun. Sepanjang 2015-2018, pemerintah telah menciptakan lapangan kerja bagi 9,3 tenaga kerja baru. Sehingga, TPT merosot dari 5,94 persen (2014) menjadi 5,3 persen (2018).
Kemudian, pemerintah juga berhasil memperbaiki angka rasio gini yang mencerminkan tingkat ketimpangan pendapatan. Angka ini tercatat bergerak melandai. Pada 2014, gini ratio Indonesia mencapai 0,41 dan turun menjadi 0,38 pada 2018.
Baca berita pertumbuhan ekonomi lainnya di Tempo.co