TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan upaya daur ulang plastik alias recycle plastic di Indonesia saat ini masih kalah dari negara-negara maju. "Recycle plastic kita hanya 12 persen, negara maju minimal 25 persen," kata dia usai menghadiri acara Indonesia Economic and Investment Outlook 2019 bersama Uni Eropa di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di Jakarta Selatan, Rabu, 6 Februari 2019.
Baca: Airlangga Komentari Soal Plastik: Bukan Sampah, Tapi Bahan Baku
Dalam pidatonya di hadapan peserta acara, Airlangga sempat memamerkan bagaimana industri plastik dan karet mampu mencetak pertumbuhan tertinggi 12,34 persen. Capaian ini melebihi pertumbuhan industri lainnya seperti industri makanan dan minuman, industri baja dasar, industri kulit dan sepatu, maupun industri tekstil dan pakaian.
Airlangga melanjutkan bahwa rendahnya angka recycle plastic ini merupakan salah satu persoalan yang tengah dihadapi oleh Indonesia. Padahal, recycle plastic mampu menekan penyebaran sampah plastik yang saat ini tengah menjadi perhatian publik secara gobal.
Pemerintah dalam waktu dekat bakal mengatur kewajiban bagi produsen plastik untuk menyediakan unit daur ulang plastik bekas. "Kami lagi bahas terus," ujar Airlangga.
Isu sampah plastik memang terus menjadi perhatian publik di Indonesia, maupun di tataran global. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pernah mengatakan bahwa Indonesia tercatat menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia.
Susi menjelaskan saat ini jumlah sampah plastik telah mencapai angka 3,2 juta ton. Jumlah ini diperkirakan bertambah menjadi sekitar 30 juta ton pada 10 tahun mendatang. Jumlah tersebut, kata dia, bisa melebihi jumlah ikan di lautan Indonesia yang telah mencapai 28 juta ton.
Upaya pengelolaan sampah ini sebenarnya telah dimulai oleh PT Hilon Felt di Karanganyar, Jawa Tengah. Aktivitas produksi pabrik ini, salah satunya adalah mendaur ulang botol plastik bekas menjadi polyester fiber atau kapas sintetis. Pabrik ini dikunjungi Airlangga awal tahun lalu karena karena sejalan dengan penerapan roadmap dalam pengembangan tekstil dan pakaian sesuai era industri 4.0.
Selain untuk mengatasi sampah plastik, Airlangga mengatakan upaya recycle plastic ini juga diperlukan untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan Indonesia. Menurut dia, Indonesia saat ini membutuhkan sekitar 5 juta ton bahan baku plastik untuk kebutuhan industri.
Baca: Beleid Pembatasan Kantong Plastik Ditargetkan Rampung Tahun Ini
Akan tetapi, industri lokal baru bisa memenuhi sebanyak 1 juta ton virgin plastic alias plastik baru hasil produksi pabrik petrokimia. "Kalau 4 juta ton-nya impor, kan buang-buang devisa," kata Airlangga. Ia menargetkan selisih kebutuhan 4 juta ton ini bisa ditutupi dari produksi virgin plastic lokal ditambah produksi plastik daur ulang yang terus digenjot setiap tahun.