TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga pengawas pelayanan publik, Ombudsman menyampaikan temuannya soal impor jagung dalam empat tahun terakhir pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Dari temuan itu, Ombudsman menemukan fakta di balik impor jagung yang terus menurun bahkan diumumkan swasembada oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman.
BACA: Setelah Kepala Desa, Jokowi Minta Gaji Pendamping Desa Naik
"Ini seolah-olah kita mencapai target swasembada, tapi ini politik pengalihan impor kepada komoditas yang tidak terlalu sensitif," kata Komisioner Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih dalam konferensi pers peringatan dini Ombudsman terhadap impor empat komoditas pangan di Kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Senin, 4 Februari 2019.
Dalam beberapa kesempatan, Amran beberapa kali mengatakan bahwa Indonesia telah mencapai swasembada jagung, bahkan telah mengekspor ke negara lain. Rabu, 16 Januari 2019. Amran menegaskan bahwa Indonesia sudah mampu membalikkan keadaan dari impor jagung sebanyak 3,5 juta ton dari Argentina pada empat tahun lalu, menjadi ekspor pada 2018 sebesar 372 ribu ton.
Minggu kemarin, 3 Februari 2018, Jokowi kembali membanggakan capaian ini saat bertemu Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian di Semarang, Jawa Tengah. "Kita sudah bisa menyetop impor 3,6 juta, dan kita kemarin tahun 2018 sudah ekspor jagung sebanyak 380 ribu ton. Berarti kita sudah mengurangi impor sekitar 3,4 juta ton," kata Jokowi.
BACA: Ombudsman Ingatkan Jokowi Atas Impor Pangan 4 Komoditas
Tapi Ombudsman memandang dari sisi berbeda. Ketika terjadi lonjakan harga jagung awal 2016, Ombudsman pun mulai melakukan investigasi. Sebab saat itu, harga jagung naik dari Rp 5.196 per kilogram (kg) menjadi Rp 6.842 per kg. Di tahun tersebut, pemerintah juga menerapkan pembatasan impor jagung untuk pakan ternak. Walhasil, total impor jagung 2016 hanya sebesar 1,3 juta ton, dari tahun 2015 yang hanya 3,3 juta ton.
Tapi di saat yang bersamaan, perusahaan pakan ternak justru mengimpor gandum sebagai bahan pengganti jagung. Akibatnya, impor gandum pada 2016 mencapai 2,2 juta ton dan naik menjadi 3,1 juta ton di tahun 2017. Berkebalikan dari gandum, impor jagung tahun 2017 terus turun menjadi 500 ribu ton. "Saat itu pemerintah menghentikan impor jagung, kecuali pada beberapa jenis saja," ujarnya.
Masalah muncul ketika Australia yang telah berkomtimen mengekspor gandum ke Indonesia gagal memenuhi target panen mereka akibat efek musiman. Ukraina dan Rusia yang memproduksi gandum pun sepakat menghentikan ekspor sehingga harga gandum di pasar internasional merangkak naik.
Walhasil di akhir 2018, peternak pun menjerit karena harga gandum makin mahal tapi pakan jagung langka. Tapi saat itu, Alamsyah menyebut pemerintah masih maju mundur untuk melakukan impor jagung. Barulah pada 2 November 2018, pemerintah memutuskan kembali mengimpor 100 ribu ton jagung. Di saat yang bersamaan pula, Amran menyebut produksi jagung lokal masih sekitar 13 juta ton.
Dari catatan Ombudsman, impor jagung akhirnya kembali naik di tahun 2018 menjadi 800 ribu ton. Sedangkan impor gandum kembali turun menjadi 1,3 juta ton. Lalu terakhir, dalam rapat di Istana Negara pada 24 Januari 2019, Bulog kembali diperintahkan untuk mengimpor sebanyak 150 ribu ton jagung untuk kebutuhan pakan ternak.
Baca berita tentang Jokowi lainnya di Tempo.co.