TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional atau PAN, Dradjad Wibowo, menjelaskan alasan kubu Prabowo Subianto - Sandiaga Uno kerap mengungkit soal utang pemerintah. Kendati, rasio utang Indonesia sebenarnya masih berada pada batas aman.
BACA: Tak Ikut Jalan Bareng Relawan, Prabowo Naik Mobil
"Memang benar debt ratio masih rendah dan aman untuk ukuran dunia, masalahnya tax ratio Indonesia terlalu rendah dan tergolong paling rendah di dunia," ujar Dradjad dalam pesan singkat kepada Tempo, Jumat, 1 Februari 2019.
Akibat rendahnya rasio pajak itu, kata Dradjad, pembayaran utang, baik pokok maupun bunganya, memakan porsi yang terlalu besar di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Persoalan itu merembet kepada banyaknya program yang seharusnya bisa dibiayai APBN namun menjadi tidak bisa karena duitnya dipakai membayar utang.
"Contohnya defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang membuat banya rumah sakit di seluruh Indonesia terganggu keuangannya, ini yang disebut opportunity cost," tutur Dradjad. "Jadi jangan hanya bicara debt ratio, lihat berapa porsi APBN yang dihabiskan untuk debt service dan berapa opportunity costs-nya."
BACA: Viral #YangGajiKamuSiapa, Kemenkeu Jelaskan Sumber Gaji PNS
Selain itu, Dradjad menilai tambahan nominal utang selama pemerintahan Presiden Joko Widodo terlalu tinggi. Dampaknya, beban pembayaran utang di masa mendatang semakin besar. Di sisi lain, Indonesia masih gagal menaikkan rasio perpajakan yang terus turun selama 2015 hingga 2017. "Untuk tahun 2018, tax ratio diklaim 11,5 persen, tapi saya masih belum percaya klaim ini."
Dradjad lantas menyebut pagu anggaran pembayaran utang, yaitu pembayaran pokok utang dan bunga utang, lebih besar dari pagu belanja infrastruktur. "Mudahnya, uang untuk bayar utang jauh lebih besar dari infrastruktur," kata dia.
Misalnya saja pada 2017, anggaran pembiayaan utang adalah Rp 510 triliun, sementara pagu anggaran infrastruktur APBN-P 2017 adalah Rp 401,1 triliun, atau ada selisih sekitar Rp 109 triliun. Adapun, anggaran pembayaran utang pada 2018 adalah sekitar Rp 644 triliun, lebih besar sekitar Rp 234 triliun dibanding anggaran infrastruktur yang hanya Rp 410 triliun.
Sebelumnya, Ketua Dewan Penasehat Mandiri Institute Chatib Basri ikut menanggapi mengenai kondisi utang pemerintah yang ini tengah menjadi sorotan dalam masa kampanye pemilihan presiden (Pilpres). Dia mengatakan hanya di Indonesia persoalan utang jadi bahasan politik saat masa kampanye Pilpres.
"Isu utang hanya dibahas di Indonesia, di negara lain tidak ada," kata Chatib ditemui dalam acara Mandiri Investment Forum 2019 di Hotel Fairmont, Jakarta Selatan, Rabu 30 Januari 2019.
Mantan Menteri Keuangan ini mencontohkan isu utang yang menjadi bahasan politik hanya terjadi di negara seperti Yunani. Sebab, sebelumnya negara itu sempat mengalami krisis keuangan atau bahkan bangkrut.
Menurut Chatib, saat itu, isu utang menjadi bahasan politik karena Yunani sempat memiliki rasio utang sebesar lebih dari 100 persen dari Produk Domestik Brutonya. Sedangkan, di Indonesia rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto hanya mencapai 27 persen.
DIAS PRASONGKO