TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, Chatib Basri mengatakan memiliki adanya current account defisit (CAD) atau defisit transaksi berjalan bukanlah hal yang harus ditakuti. Apalagi defisit transaksi digunakan untuk membeli barang modal atau bahan baku untuk proses produksi.
BACA: Menkeu Era SBY Angkat Bicara Soal Utang, Bandingkan dengan Yunani
"Jadi ada tahap tertentu di mana kita nggak papa punya CAD, tahap sekarang ini. Dengan catatan selama isinya adalah barang modal dengan bahan baku untuk proses produksi atau alat-alat infrastruktur," kata Chatib ditemui di Hotel Fairmont, Jakarta Selatan, Rabu 30 Januari 2019.
Defisit transaksi berjalan banyak menjadi perbincangan di kalangan pelaku ekonomi belakangan karena dituduh menjadi pangkal persoalan kondisi nilai tukar rupiah yang terus melemah. Menurut catatkan Bank Indonesia defisit neraca pembayatan pada kuartal tiga 2018 mencapai angka US$ 4,4 miliar. Akibatnya, kondisi CAD juga mengalami defisit sebesar US$ 8 miliar atau sekitar 3 persen dari Produk Domestik Bruto atau PDB.
Menurut Chatib, negara berkembang seperti Indonesia sudah sewajarnya memiliki adanya CAD yang defisit. Sebab, negara berkembang memang biasaya tak banyak memiliki barang modal atau bahan baku sendiri. Selain itu, negara berkembang juga tak memiliki teknologi dan juga mesin yang bakal membantu mereka untuk melakukan produksi barang maupun jasa.
BACA: Chatib Basri: Hanya di Indonesia Utang Jadi Isu Politik
Chatib menjelaskan dahulu kalau negara memiliki CAD bukanlah hal yang dipersoalkan. Karena memang negara tersebut perekonomian bisa tumbuh dengan terlebih dahulu melakukan impor barang modal atau bahan baku untuk berproduksi. Ia mencontohkan, kondisi CAD yang defisit juga pernah terjadi pada Singapura dan juga Cina sebelum menjadi negara maju.
"Tapi memang sekarang masalahnya, kalau punya CAD lebih dari 3 persen itu market kemudian menghukum. Menghukumnya apa? Dia keuar, dia bilang negara ini bahaya, padahal di dalam tahap pembangunan CAD itu dibutuhkan," kata Chatib.
Karena itu, menurut Chatib, keberadaan CAD atau defisit transaksi berjalan pada neraca pembayaran bukanlah hal yang menakutkan. Indonesia saat ini tetap membutuhkan impor barang modal atau bahan baku untuk bisa berproduksi dan menggerakkan ekonomi.