TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Melchias Markus Mekeng menyoroti kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 2018. Ia menyebut lembaga yang dikepalai oleh Thomas Trikasih Lembong itu belum maksimal menarik investasi masuk ke dalam negeri. Imbasnya, nilai tukar rupiah pada tahun lalu sempat jeblok.
Baca: Target Investasi Tak Tercapai, Chatib Basri: Pengaruh Efek Global
"BKPM tidak membawa investasi masuk ke sini, bahkan saya dengar tadi minus, ini juga membuat suplai dolar agak sempoyongan," ujar Mekeng di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu, 30 Januari 2019.
Menurut Mekeng, gejolak yang terjadi pada nilai tukar rupiah pada 2018 memang utamanya disebabkan oleh supply and demand dolar. Langkah bank sentral Amerika Serikat, The Fed, mengerek suku bunga hingga empat kali memang menyedot dolar kembali ke negeri Abang Sam dan menyebabkan kurs rupiah anjlok.
"Investment portofolio dana-dana luar negeri yang memasukkan dalam negeri drop sekali. Yang tadinya sekitar US$ 20 miliar tinggal US$ 1 miliar, sisanya lari keluar," kata Mekeng. Praktis, dengan belum maksimalnya BKPM menggaet investor, nilai tukar rupiah tahun lalu lebih banyak ditopang oleh intervensi Bank Indonesia.
Namun belakangan, setelah BI melakukan beberapa kebijakan, salah satunya menaikkan suku bunga, dolar perlahan-lahan mulai masuk kembali. Portofolio investasi, ujer Mekeng, mulai memperkuat suplai dolar Indonesia. Dampaknya, rupiah mulai turun kembali ke level Rp 14.000 per dolar AS.
Hari ini, BKPM mengumumkan target investasi pada 2018 tidak tercapai. Realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia sepanjang tahun lalu hanya mencapai Rp 721,3 triliun alias sekitar 94 persen dari target.
"Langsung kelihatan dari data bahwa untuk tahun fiskal 2018 tidak berhasil mencapai target," ujar Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong. Adapun target realisasi investasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah adalah sebesar Rp 765 trilliun. Kendati demikian capaian itu naik sebesar 4,1 persen dibandingkan tahun 2017.
Apabila dirinci, total realisasi investasi PMDN tahun 2018 mencapai Rp 328,6 triliun atau naik sebesar 25,3 persen dibandingkan tahun 2017 sebesar Rp 262,3 triliun. Sedangkan total rea|isasi investasi PMA tahun 2018 adalah sebesar Rp 392,7 triliun, turun 8,8 persen dibandingkan realisasi investasi PMA tahun 2017 sebesar Rp 430,5 triliun.
”Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya bahwa realisasi tahun 2018 ini merupakan cerminan dari upaya tahun sebelumnya," kata Lembong. "Kurangnya eksekusi implementasi kebijakan pada tahun lalu berimbas pada perlambatan investasi di tahun ini, disamping adanya hambatan dari faktor eksternal."
Lembong juga menyebut transisi perizinan ke sistem Online Single Submission sedikit banyak mempengaruhi tren perlambatan investasi di tahun ini. Namun ia percaya bahwa realisasi investasi selanjutnya akan meningkat dengan adanya pembenahan sistem OSS dan kebijakan pro investasi yang lebih nendang dari tahun sebelumnya.
Berdasarkan sektor usaha, lima besar realisasi investasi adalah sektor Listrik, Gas, dan Air sebesar Rp 117,5 triliun atau 16,3 persen, Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi sebesar Rp 94,9 triliun atau 13,1 persen; Pertambangan sebesar Rp 73,8 triliun, atau 10,2 persen, Industri Makanan sebesar Rp 68,8 triliun atau 9,5 persen, dan Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran sebesar Rp 56,8 triliun atau 7,9 persen.