TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Ricky Pesik menyebut ekspor produk ekonomi kreatif belakangan mengalami penurunan.
Simak: Bekraf: Baru 16 Persen Industri Kreatif Berbadan Hukum
"Ekspor kita turun di beberapa sektor dan harus disiasati dengan strategi baru tahun ini juga," ujar Ricky di Gedung Badan Usaha Milik Negara, Jakarta, Selasa, 29 Januari 2019. Di samping itu, upaya menggenjot ekspor juga dilakukan untuk mendukung upaya pemerintah menggenjot ekspor untuk menekan defisit neraca transaksi berjalan.
Berdasarkan data Bekraf, nilai ekspor produk kreatif Indonesia mengalami penurunan dari US$ 20 miliar di 2016 ke kisaran US$ 19 miliar pada 2017. Sementara data tahun 2018 masih belum keluar. Ricky mengatakan sektor ekonomi kreatif yang mengalami penurunan ekspor, adalah kriya.
Salah satu faktanya, ujar Ricky, adalah berkurangnya ekspor perhiasan ke Swiss. "Mungkin karena ada negara lain yang beri nilai lebih kompetitif," kata dia. "Kita juga harus lebih agresif melakukan pemasaran."
Kriya atau kerajinan tangan adalah sektor kreatif kedua terbesar yang menyumbang ekspor. Kontribusi kriya terhadapa total ekspor, kata Ricky, berada di kisaran belasan persen. Adapun sektor terbesar penyumbang ekspor adalah fesyen sebesar 50 persen. Sektor lainnya adalah kuliner.
Untuk mengatasi persoalan ekspor itu, kini Bekraf tengah menggenjot pemasaran produk-produk kreatif. Hal tersebut dituangkan dalam alokasi anggaran lembaga yang dipimpin oleh Triawan Munaf itu. Dari total anggaran Bekraf tahun 2019 yaitu sebesar Rp 630 miliar, lebih dari Rp 500 miliar dialokasikan untuk pengembangan ekonomi kreatif.
"Paling besar di Kedeputian Pemasaran karena kita ada proyek besar tahun ini, selain itu juga Kedeputian Infrastruktur, sementara penyaluran terbesar masih di bantuan pemerintah," ujar Ricky. Di luar pengembangan ekonomi kreatif, Rp 100 miliar dialokasikan untuk operasional.