TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia atau BI Perry Warjiyo mengatakan dampak penyesuaian suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral kepada perekonomian membutuhkan waktu selama enam kuartal atau sekitar 1,5 tahun.
Baca: BI Belum Izinkan Alipay dan WeChat Pay Beroperasi di Indonesia
"Transmisi dampak kenaikan suku bunga ke inflasi dan pertumbuhan ekonomi membutuhkan jangka waktu enam kuartal atau 1,5 tahun," kata Perry dalam jumpa pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Selasa, 29 Januari 2019.
Perry mengatakan kebijakan suku bunga acuan ini dilakukan melalui pendekatan pre-emptive untuk menyikapi perkembangan ekonomi global dan akan selalu dikaji kembali dalam rapat dewan gubernur dengan mempertimbangkan situasi terkini.
"Dalam menentukan suku bunga acuan, kita melakukan forward looking dan pre-emptive. Kenaikan terakhir di November sudah price-in dan memperhitungkan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (Fed Fund Rate) di Desember dan Maret," katanya.
Perry menambahkan dalam menyikapi perkembangan ekonomi tersebut, penyesuaian suku bunga acuan dari otoritas moneter sudah hampir mencapai puncak, karena tekanan normalisasi kebijakan moneter dari Bank Sentral AS mulai berkurang.
"Waktu itu ada perkiraan Fed Fund Rate akan naik sebanyak tiga atau empat kali pada 2019, namun kami melihat kenaikan suku bunga The Fed paling banyak sebanyak dua kali," katanya.
Perry mengatakan kenaikan suku bunga The Fed yang berkurang dari perkiraan semula itu bisa membuat aliran modal kembali masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga dapat memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Baca: BI dan Kemenkeu Sepakati Pemanfaatan dan Pemantauan Informasi Devisa
Selama 2018, BI sudah menaikkan suku bunga acuan hingga 175 basis poin atau sebanyak enam kali, dari sebelumnya 4,25 persen menjadi 6 persen. Kenaikan suku bunga dilakukan sebagai antisipasi dari perkembangan kebijakan moneter di AS.
ANTARA