TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan kembali mengajak para investor Cina untuk menanamkan modalnya Indonesia. Hal itu disampaikan dalam pertemuan pengusaha Cina dan Indonesia yang digelar Lembaga Kerjasama Ekonomi Sosial dan Budaya Indonesia-Cina di Grand Sahid Jaya Hotel, Senin malam lalu, 28 Januari 2019.
Baca: Dunia Soroti Deforestasi, Luhut Pandjaitan: Jangan Dikte Kami
Saat mempromosikan potensi investasi di Tanah Air itu, Luhut menyebutkan sejumlah indikator yang menunjukkan kondisi perekonomian prospektif. Sejumlah indikator ekonomi yang disebutnya bagus adalah kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat saat ini di kisaran Rp 14.071 per dolar AS, inflasi 2018 di bawah 3,13 persen, dan pertumbuhan ekonomi 5,17 persen.
Selain menggeber pembangunan infrastruktur, kata Luhut, pemerintah juga menyalurkan dana desa bagi lebih dari 74.900 desa di Tanah Air. Menurut Luhut, program itu turut berkontribusi pada penurunan rasio gini dan tingkat kemiskinan masing-masing menjadi 0,389 dan 9,82 persen per Maret 2018.
Dari sisi andil terhadap produk domestik bruto global, Indonesia mulai tampil ke permukaan dengan kontribusi 2,5 persen meskipun masih tertinggal jauh dari Cina yang mencapai 35,25 persen, Amerika Serikat 17,9 persen, dan India sekitar 15 persen. Bagi Luhut, seluruh indikator ekonomi itu dapat menjadi alasan kuat bagi pengusaha dari berbagai negara, termasuk Cina, untuk berinvestasi di Indonesia.
Luhut Pandjaitan menyebutkan investor sangat perlu melirik investasi di Indonesia sekarang karena negara ini adalah adalah destinasi investasi nomor dua terbaik di emerging market setelah Filipina. "Kemudahan juga kami buat, kami sebut online single submission (OSS). Pengurusan izin hanya melalui online, untuk menghindari kasus seperti Meikarta," ujarnya.
Indonesia, kata Luhut, sangat beruntung dapat bekerja sama dengan Cina pada proyek industri bernilai tambah. Industri berbasis nikel di Indonesia Morowali Industrial Park merupakan etalase atau showcase kerja sama itu yang segera disusul oleh proyek serupa di Halmahera, yakni Weda Bay Industrial Park. "Tidak tertutup kemungkinan GDP kami 8 persen-10 persen ke depan karena kami sudah membuat added value industry, tidak raw material lagi," ujarnya.
Bagi Luhut, program One Belt One Road menguntungkan sepanjang Indonesia dan Cina saling mengatur. Indonesia beruntung mempunyai partner bisnis seperti Negeri Tirai Bambu karena lebih mudah berbagi teknologi dibandingkan dengan negara lain.
Baca: Tarif Tiket Pesawat, Luhut: Maskapai Jangan Semaunya
Cina sejauh ini merupakan penanam modal asing terbesar ketiga di Indonesia setelah Singapura dan Jepang. Mengutip data BKPM, realisasi investasi Negeri Tembok Raksasa sepanjang Januari-Maret 2018 senilai US$1,8 miliar. "Jadi kalau teman-teman Tiongkok mau investasi, taruh saja di sini, enggak usah takut," kata Luhut.
BISNIS