TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia melaporkan evaluasi ekonomi Indonesia selama 2018, terutama dari sisi perpajakan.
Baca juga: Sri Mulyani Berharap Dana Repatriasi Tetap Bertahan di Indonesia
Sri Mulyani mengatakan, kondisi ekonomi Indonesia pada dasarnya cukup kuat lantaran penerimaan pajak sektoral meningkat cukup tinggi. "Terutama dari sektor manufaktur, konstruksi, perdagangan, pertimbangan itu meningkat cukup tinggi," kata dia di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis, 24 Januari 2019. Dia juga melihat komposisi penerimaan pajak bakk pribadi maupun badan.
Penerimaan pajak pada 2018 mencapai Rp 1.315 triliun. Jumlahnya tak sesuai target alias hanya 92,41 persen dari target APBN 2018 sebesar Rp 1.424 triliun.
Realisasi itu gabungan dari penerimaan pajak non migas sebesar Rp 1.251,2 triliun dan PPh migas sebesar Rp 64,7 triliun. Pajak non migas terdiri dari PPh non migas sebanyak Rp 686,8 triliun atau 84,1 persen dari target Rp 817 triliun. Sementara pajak pertambahan nilai mencapai Rp 538,2 triliun atau 99,3 persen dari target Rp 541,8 triliun.
Kemenkeu mencatat penerimaan pajak bumi dan bangunan mencapai Rp 19,4 triliun. Realisasinya mencapai 111,9 persen dari target Rp 17,4 triliun. Sementara pajak lainnya mencapai Rp 6,8 triliun atau 70,1 persen dari target dalam APBN sebesar Rp 9,7 triliun.
Selain membahas soal kondisi ekonomi, Sri Mulyani juga membahas kebutuhan dana untuk rekonstruksi dan rehabilitasi di Nusa Tenggara Barat (NTB). Dana itu akan digunakan untuk pembangunan rumah rusak dan fasilitas masyarakat lainnya.
Sri Mulyani tak menyebut jumlah dana yang dibutuhkan. Namun dia memastikan pemerintah mampu memenuhi kebutuhan tersebut. "Kami rasa karena di UU APBN 2019 memang ada cadangan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi. Jadi saya rasa perhitungan yang disampaikan Bapak Wapres dengan Menteri PU masih ada dalam perkiraan yang kami sudah cadangkan," ujarnya.