TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan ada peningkatan jumlah titik panas akibat kebakaran hutan pada periode 1-22 Januari 2019 dibandingkan tahun sebelumnya. "Kalau lihat 2019 sampai dengan kemarin tanggal 21-22 jumlah hotspot-nya 41-an rata-rata. Dan itu lebih tinggi daripada hotspot 2018 pada periode yang sama," kata Siti di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, 24 Januari 2019.
Baca juga: BMKG Prediksi Kemarau Lebih Panjang, Siti Nurbaya Minta Waspada
Siti mengatakan, peningkatan jumlah titik panas perlu diwaspadai. Sejumlah daerah yang sudah mengalami kebakaran hutan dan perlu diwaspadai pada tahun ini, Siti menyebutkan di antaranya Riau terjadi 11 kali, Jambi, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
Pada tahun lalu di periode yang sama, kata Siti, jumlah hotspot hanya sebanyak 17 titik. Dengan adanya peningkatan jumlah titik panas, Siti menyarankan beberapa hal kepada pemerintah di daerah. Salah satunya peningkatan patroli dan mengaktifkan kembali Satgas Pengendalian Kebakaran Hutan Dan Lahan. "Posisi siaga darurat harus diangkat. Kemudian monitoring dan analisis hotspot tetap harus dilakukan. Personil disiagakan," ujarnya.
Menurut Siti, langkah terpenting dan masih harus dikerjakan adalah mendampingi para petani yang terpaksa membuka lahan dengan cara membakar. Petani yang ingin membuka lahan, kata dia, harus didampingi Badan Restorasi Gambut (BRG). "BRG sudah punya latihan-latihan dan pendampingan di masyarakat, dan itu mungkin harus di skill up, ditingkatkan dan disebarkan," kata dia.
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Fuad menuturkan bahwa jumlah petani yang membuka lahan dengan cara membakar sudah jauh lebih berkurang. Sebab, masyarakat kerap melibatkan BRG saat membangun sumur bor. Lahan yang dibuka masyarakat juga tidak menjadi obyek kebakaran yang terjadi belakangan ini.
Nazir menuturkan, sejumlah kementerian bersama pemerintah daerah telah melakukan sosialisasi ke masyarakat mengenai cara bercocok tanam, membuka peternakan, dan perikanan air tawar di lahan gambut tanpa membakar sehingga tak ada titik panas. "Jadi masyarakat tetap bisa mengelola gambut dan dapat income dari tanaman atau ternaknya tanpa pakai api. Ternyata efektif. Radius 2 kilometer tidak ada api," kata Nazir.