TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia atau BI menjelaskan bahwa rasio utang luar negeri atau ULN Indonesia masih di batas aman. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Aida S Budiman menjelaskan saat ini rasio utang luar negeri jangka pendek berada pada kisaran 13,2 persen dibandingkan Produk Domestik Bruto.
Baca juga: Utang Luar Negeri Sudah Lampu Kuning, Ini Gambaran dan Dampaknya
"Misalnya, Filipina yang menyentuh 16,8 persen, Malaysia dan Thailand yang berada di atas 14 persen. Jangka pendek itu sangat aman, kecil dibandingkan PDB," kata Aida saat mengelar konferensi pers di Kantor BI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis 24 Januari 2019.
Menurut catatan BI, hingga November 2018 posisi utang luar negeri Indonesia tercatat US$ 372,9 miliar atau setara Rp 5.220 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.000 per dolar AS. Utang luar negeri ini terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 183,5 miliar, serta utang swasta termasuk BUMN sebesar US$ 189,3 miliar.
Posisi utang luar negeri tersebut meningkat US$ 12,3 miliar dibandingkan posisi pada akhir bulan sebelumnya. Secara tahunan, utang luar negeri November 2018 tumbuh 7,0 persen secara year to year. Peningkatan pertumbuhan utang luar negeri tersebut bersumber baik dari utang luar negeri pemerintah maupun swasta.
Menurut Aida posisi utang luar negeri tersebut aman karena utang jangka pendek juga memiliki komposisi lebih kecil dibandingkan jangka panjang. Data BI menunjukkan utang luar negeri jangka panjang memiliki komposisi terbesar yakni 80 persen dari keseluruhan utang.
Sedangkan dari sisi solvabilitas, atau kemampuan BI dalam membayar utang berada di posisi medium, yakni mencapai 34,5 persen dibandingkan produk domestik bruto atau PDB. Kondisi ini serupa dengan posisi di negara lain seperti Brazil, Thailand dan sedikit diatas India.
"Dengan cadangan devisa BI, seluruh utang luar negeri tersebut itu lebih rendah, karena BI bisa biayai utang itu dua kali," kata Aida.