TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati angkat bicara soal aturan urun biaya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial alias BPJS Kesehatan yang diberlakukan per akhir tahun lalu. Keputusan soal BPJS Kesehatan yang tak lagi 100 persen gratis ini tertuang dalam siaran pers Kementerian Kesehatan pada Ahad pekan lalu, 20 Januari 2019.
Baca: Sri Mulyani Sebut Saran IMF Kurangi Utang Tak Relevan dengan RI
Siaran pers itu menyoal pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2018 tentang pengenaan urun biaya dan selisih biaya dalam Program Jaminan Kesehatan. Salah satu biaya baru yang muncul yaitu pada setiap kali melakukan kunjungan rawat jalan pada RS kelas C, RS kelas D, dan klinik utama. Maka pasien akan dikenakan biaya paling tinggi sebesar Rp 350.000,00 untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam jangka waktu 3 bulan.
Terkait hal itu, Sri Mulyani memastikan pemerintah tetap berupaya agar BPJS Kesehatan bisa terus menjalankan program jaminan kesehatan nasional bagi seluruh masyarakat. Tapi di sisi lain, pemerintah harus memikirkan nasib semua pihak yang terlibat dalam program ini.
"Karena di dalam program jaminan kesehatan nasional ini, kepentingannya banyak sekali," kata bekas Direktur Pelaksana Bank Dunia ini usai menghadiri diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 22 Januari 2019. Mulai dari kepentingan masyarakat, dokter, tenaga medis, industri farmasi, hingga keuangan negara.
Lebih jauh Sri Mulyani menjelaskan bahwa dalam program yang berjalan sejak awal 31 Desember 2013 ini bahwa terdapat kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan akses kesehatan. Tapi ada juga kepentingan rumah sakit yang harus berjalan secara berkelanjutan, kepentingan dokter dan tenaga agar bisa terus bekerja, hingga kepentingan industri farmasi.
Tak sampai di situ, ada juga kepentingan keuangan negara yang setiap tahun rutin memberikan subsidi kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan dengan nama Penerima Bantuan Iuran alias PBI. Hingga 1 Januari 2019 saja, jumlah peserta BPJS Kesehatan telah mencapai 215 juta jiwa atau setara 81,4 persen populasi Indonesia. Sekitar 60 persen dari 215 juta peserta ini menerima bantuan, dari APBN maupun APBD.
Sri Mulyani memahami situasi tersebut dan berjanji akan menggunakan seluruh instrumen APBN untuk bisa mengkaji dan mendukung program ini. Sebab kesehatan, kata dia, adalah salah satu hak asasi yang penting bagi masyarakat Indonesia. Akan tetapi, tata kelola maupun berapa biaya untuk bisa menciptakan jaminan kesehatan nasional yang berkelanjutan menang perlu untuk dikaji terus.
Baca: Sri Mulyani Sebut Tekanan Ekonomi Global 2019 Tak Seberat 2018
Pertama, Sri Mulyani akan memantau biaya pengobatan yang selama ini masuk di lebih dari 1900 rumah sakit mitra BPJS Kesehatan di seluruh Indonesia dan jumlah uang yang masuk ke BPJS. Selisih ini yang selama beberapa tahun terakhir membuat keuangan BPJS Kesehatan cekak. Lalu, ia juga akan melihat hasil evaluasi dari audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap keseluruhan tagihan rumah sakit kepada BPJS Kesehatan.