TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo - Sandiaga Handi Risza Idris mengungkapkan tim kampanye telah menyiapkan sedikitnya tiga strategi untuk meningkatkan tax ratio atau rasio pajak menjadi 16 persen. Rasio pajak atau tax ratio adalah perbandingan pendapatan pajak dengan jumalah Produk Domestik Bruto suatu negara.
Baca: Pijat Prabowo Saat Debat Pertama Capres, Ini Alasan Sandiaga Uno
"Pertama, kami akan membuat tarif pajak Indonesia kompetitif, sehingga bisa meminimalisir perusahaan yang akan melakukan profit shifting," kata Handi ketika dihubungi Tempo, Ahad 20 Januari 2019.
Sebelumnya, pasangan calon presiden (capres) dari nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno atau Prabowo - Sandiaga mengungkapkan bahwa jika menang dalam pemilihan presiden (Pilpres) April 2019 mendatang dirinya akan meningkatkan tax ratio menjadi 16 persen. Hal itu diungkapkan dalam debat yang digelar Komisi Pemilihan Umum atau KPU Kamis, 17 Januari 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan.
Handi melanjutkan, tarif pajak yang kompetitif tersebut dilakukan karena mereka melihat maraknya pemindahan keuntungan oleh perusahaan Indonesia ke negara lain yang memiliki tarif pajak lebih rendah. Karenanya hal ini tentu perlu diantisipasi dengan membuat tarif pajak lebih kompetitif.
Kedua, Tim BPN Prabowo - Sandiaga, kata Handi juga merencanakan menurunkan tarif pajak yang terlalu tinggi, sehingga bisa mengurangi moral hazard aparatur pajak. Kemudian ketiga, dengan tarif rendah, kampanye kesadaran pajak bisa lebih efektif. Selain itu, juga akan dibarengi dengan penegakan aturan perpajakan sehingga basis pajak akan meningkat.
"Dengan cara itu maka rasio pajak diharapkan akan meningkat. Tarif pajak saat ini memang relatif kurang kompetitif, termasuk dibandingkan negara tetangga. Mereka tarifnya lebih rendah tapi rasio pajaknya lebih besar kita," kata Handi.
Handi menuturkan strategi tersebut tentu diharapkan bisa memicu pertumbuhan rasio pajak sebanyak 6 persen. Sebabnya, obyek pajak yang bisa ditarik pajak diharapka juga membesar baik melalui PPh, PPN, pajak perdagangan, PBB dan bea dan cukai.
Ekonom Insititute for Development Economics and Finance Bhima Yudhistira mengatakan saat ini rasio pajak di Indonesia memang masih tertinggal dibanding negara di kawasan ASEAN yang memiliki rata-rata di atas 12 persen. Kendati demikian, ia mengingkatkan jika rasio pajak meloncat cepat jauh tentunya bisa menganggu iklim investasi.
"Pengusaha pasti tidak mau dikejar pajak yang terlalu tinggi. Sementara basis pajaknya itu saja setelah tax amnesty tidak ada kenaikan yang signifikan," kata Bhima dihubungi terpisah, Ahad.
Bhima menuturkan sebenarnya target 16 persen tax rasio juga telah dikejar oleh calon petahana Joko Widodo. Namun, target tersebut agaknya tak tercapai meski telah mengeluarkan kebijakan tax amnesty.
Menurut Bhima, jika ingin mengejar rasio pajak hingga 16 persen dirinya mengusulkan adanya grand desain yang dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian. Misalnya, menyusun rencana bahwa dalam 10 tahun tax rasio harus menjadi 16 persen.
Bhima menjelaskan, bahwa wacana tersebut tentu masih memerlukan kajian lebih jauh untuk mencari titik temu antara penerimaan pajak dan iklim dunia usaha yang kondusif. "Kalau 5 tahun target tax ratio seharusnya jangan terlalu tinggi. Kondisi ekonomi saat ini sedang lesu, pajak yg tinggi malah jadi penghambat pertumbuhan di sektor riil," kata dia.