TEMPO.CO, Bandung - Ketua Indonesia Mining Association (IMA) Ido Hutabarat mengatakan, masyarakat masih mempersepsikan negatif soal kegiatan pertambangan. Karena itu, kata dia, persepsi negatif soal aktivitas pertambangan perlu diluruskan.
Simak: 5.000 Perusahaan Pertambangan Menunggak Setoran Reklamasi
“Selalu diinformsikan ada masalah negatif pertambangan dan masalah lingkungan,” kata Ido di sela pembukaan acara Mining for Life bekerja sama dengan Museum Geologi, Badan Geologi Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral di Bandung, Sabtu, 19 Januari 2019.
Menurut Ido, pertambangan memiliki kontribusi finansial bagi pendapatan pemerintah non pajak juga sektor tenaga kerja. Aktivtias pertambangan di sejumlah daerah menjadi pionir pengembangan daerah terpencil. Hasil tambang dan olahannya juga sudah menjadi sumber kehidupan penduduk sekitar. “Masyarakat sudah merasakan dan akrab dengan produksi-produksi tambang,” kata dia.
Ido mengatakan, cara meluruskan persepsi negatif soal aktivitas pertambangan harus terus-menerus. “Industri tambang punya cara-cara penambangan, cara-cara reklamasi pasca tambang, intinya kami mempunyai good mining practice".
Setelah melakukan penambangan, kata Ido, pelaku harus memperhatikan lingkungan dan pentingnya melakukan pasca tambang reklamasi. Aktivitas penambangan faktanya memang mengubah ekosistem. “Tapi kami akan mengembalikannya lagi sesuai dengan keadaan maksimal sebelum kami tambang,” kata dia.
Pelaksana Harian Direktur Eksetuif IMA, Djoko Widajatno, mengatakan persepsi negatif tersebut diperkuat dengan kesan pembiaran pada aktivitas penambangan ilegal, ditambah minimnya jumlah pengawas tambang. Saat ini pemerintah menerbitkan lebih dari 6.000 Izin Usaha Penambangan (IUP), namun hanya separuhnya yang beroperasi.
IMA, kata Djoko, hanya menjangkau anggotanya yang jumlahnya hanya 34 perusahaan. “Anggota IMA cuma 34, yang berkontribusi memberikan 70 persen pendapatan negara bukan pajak (untuk pertambangan mineral dan batubara),” kata Djoko.
Menurut Djoko, pendapatan negara bukan pajak untuk sektor mineral dan batu bara sendiri angkanya terus meningkat. Tahun 2017 pendapatan negara dari sektor ini menembus Rp 37 triliun, pada 2018 mencapai Rp 42 triliun. “Tujuh puluh persen yang setor itu anggota IMA,” kata Djoko.
Djoko mengatakan, pemerintah juga punya keterbatasan dengan jumlah Inspektur Tambang, pengawas aktivitas penambangan, yang jumlahnya sekitar 900 orang di seluruh Indonesia. Untuk mengawasi 3.000 lebih perusahaan tambang tersebut, idealnya dibutuhkan 12 ribu pengawas. “Dengan 4 kali pemeriksaan per tahun, berarti 4 kali 3.000 perusahaan, harusnya ada 12 ribu orang pengawasnya,” kata dia.
Doko mencontohkan yang terjadi pada produk tambang emas. Dia mengutip data intelijen yang mencatat setahun terjadi penyelundupan 200 ton emas. Sementara jumlah produksi emas yang dihasilkan aktivitas penambangan emas legal di Papua dan NTT hanya separuhnya, atau 100 ton, di antaranya berasal dari Freeport. “Yang legal itu 100 ton,” kata dia.
Produk hasil tambang emas di Indonesia hanya boleh dijual oleh PT Antam. Sedangkan emas ilegal itu diselundupkan. “Itu larinya diselundupkan. Data penyelundupan yang tertangkap itu dirata-ratakan, keluarnya segitu (200 ton),” kata dia.
Djoko mengatakan, mayoritas pelaku tambang emas ilegal itu justru tambang rakyat yang melibatkan sekitar 1 juta orang pekerja. Aktivitas tambang rakyat tersebut menggunakan teknologi sederhana dan bahan berbahaya yang merusak lingkungan.
“Menggunakan alat-alat sederhana yang berbahaya untuk keselamatan mereka. Kedua, menggunakan material untuk memisahkan emasnya itu merkuri, jdi merusak lingkungan,” kata Djoko. “Paling murah itu pakai merkuri, cuma, paling berbahaya.”
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko mengatakan, persepsi negatif pada tambang itu karena aktivitas penambangannya yang mengubah bentang alam. “Padahal kita bisa lakukan pembukaan itu dengan cara yang baik sehingga efek-efek negatifnya pada lingkungan bisa diminimalisir. Tidak bisa tidak bahwa kegiatan pertambangan pasti mengubah bentang alam,” kata dia.
Pelurusan persepsi negatif soal tambang itu, kata dia, baru satu saja dari masalah yang dihadapi di sektor tambang. Lainnya, di antaranya menyeimbangkan neraca produksi hasil tambang dengan terus melakukan discovery, atau penemuan lokasi tambang baru. “Sejak akhir tahun 1969, discovery kita naik terus. Puncaknya ada 33 discovery dalam 5 tahun dengan berbagai komoditas. Sejak 2009 sampai sekarang drop, hanya ad 4 discovery. Banyak penyebabnya,” kata dia.
Menurut Sukmandaru, situasi ketidakpastian diantaranya soal regulasi menjadi salah satu pemicunya. “Perlu seuatu yang kondusif sehingga para pelaku industri itu mau menginvestasikan dananya untuk mlekukan eksplorasi,” kata dia.
Direktur Utama PT Inalum, Budi Gunadi Sadikin, menjelaskan pemerintah perlu mengantisipasi perkembangan kebutuhan produk tambang. Budi mencontohkan, produk nikel di masa depan akan menjadi logam yang paling dicari sebagai salah satu bahan baku baterai. Perkembangan otomotif dunia misalnya mengarah pada pengembangan mobil listrik yang membutuhkan baterai.
Indonesia menjadi salah satu pemasok bahan tambang nikel dunia bersama Filipina. “Nikel jadi penting sekali. Baterai itu akan booming. Jadi kalau bisa kita kuasai,” kata Budi Gunadi Sadikin.
Budi mengatakan, bahan tambang lain yang akan banyak dicari adalah “rare earth material”, yakni bahan tambang sampingan yang diperoleh bersama dengan timah. “Rare earth material” tersebut salah satunya bahan baku magnet untuk piranti alat elektronik speaker.
Budi mengklaim, Inalum bersiap mengantisipasi pemanfaatan bahan tambang yang berpotensi booming di masa depan. “Sekarang kami bikin bertahap. Sudah ada rencana bertahap untuk bikin pemrosesannya,” kata dia.
Kepala Badan Geologi Rudy Suhendar membenarkan soal persepsi negatif masyarakat saat ini pada sektor tambang. “Sampai saat ini dipersepsi negatif oleh masyarakat walaupun kontribusinya sudah cukup besar. Manfaat tambang tidak dapat diniscayakan lagi, hampir semua sektor kehidupan didukung bahan tambang,” kata Rudy.
Rudy mengatakan, kegiatan Mining Of Life bersama IMA di Museum Geologi tersebut diharapkan bisa mengkampanyekan dan pembelajaran aktivitas pertambangan hijau untuk mengubah persespi tersebut menjadi citra positif. “Kami harap ini menjadi kegiatan rutin untuk kepentingan bersama”.