TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan pada 2019 menjadi saat yang tidak mudah bagi para pelaku sektor riil. Ia melihat tahun ini tidak banyak ruang ekspansi di sisi moneter maupun fiskal. "Saya less optimistic," ujar Chatib di Hotel Mulia, Jakarta, Kamis, 17 Januari 2019.
BACA: Rizal Ramli: Hanya 1 Mesin Ekonomi di Era Jokowi Berfungsi Baik
Di sisi moneter, kata Chatib, ruang ekspansi tidak cukup besar lantaran neraca transaksi berjalan Indonesia masih akan mengalami defisit pada tahun ini. Adapun pada sektor fiskal, ruang ekspansi juga tidak ada lantaran anjloknya harga sejumlah komoditas sumber daya alam, misalnya batubara, minyak sawit, hingga minyak mentah.
Merosotnya harga sejumlah komoditas itu, menurut Chatib, pasti akan berdampak pula kepada penerimaan negara. Artinya, ruang ekspansi fiskal juga tidak banyak. "Artinya, moneter ketat, fiskal ketat, komoditas turun."
BACA: Buka Perdagangan Saham, Jusuf Kalla Dorong Investasi Sektor Riil
Kondisi itu berkebalikan dengan para pelaku sektor keuangan yang menurut Chatib bisa berpesta pada awal tahun ini. Pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell yang menyatakan bank sentral AS akan bersabar dalam menaikkan suku bunganya memacu arus modal kembali ke pasar-pasar negara berkembang, salah satunya Indonesia. Imbasnya rupiah terus menguat dari yang sebelumnya sempat mencapai Rp 15.000 per dolar AS, menjadi di kisaran Rp 14.100 per dolar AS.
"Jadi ini tahun yang tidak mudah untuk sektor riil, tapi sektor keuangan happy," tutur Chatib.
Kembalinya arus modal ke pasar modal Indonesia juga mengatrol Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia hingga menembus level 6.400 dari sebelumnya pernah menyentuh 5.900. "Arus modal akan masuk dengan sangat cepat," kata Chatib. "Kalau mau memanfaatkan arus balik modal, itu terjadi sekarang."
Kendati demikian, Chatib mengingatkan pesta pora bagi pelaku sektor keuangan itu suatu saat pasti akan berakhir. "Polisi pasti datang, kalau mau pesta sekarang sebelum diusir polisi," tutur Chatib. Polisi yang dia maksud adalah kebijakan The Fed kembali menaikkan suku bunganya.
Chatib berujar The Fed kemungkinan akan menaikkan suku bunganya lagi sedikitnya 25 basis poin hingga April 2019. Alasannya, tingkat pengangguran di AS kini sudah di bawah empat persen. Artinya, sangat sulit mencari pekerja terampil yang menganggur. Imbasnya, tingkat upah mulai naik. Itu menjadi salah satu yang mendorong The Fed mesti kembali menaikkan suku bunganya.
"Kalau situasi memburuk, mungkin awal tahun depan dia harus menurunkan suku bunganya 25 basis poin," tutur Chatib.
Baca berita tentang sektor riil lainnya di Tempo.co.