TEMPO.CO, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri Indonesia atau Kadin dan Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo meminta agar Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah tidak terburu-buru mengesahkan Rancangan Undang-undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Baca: Didenda 13 M, Aqua Pertanyakan Pertimbangan KPPU
Ketua Bidang Kebijakan Publik Apindo, Sutrisno Iwantono mengatakan permintaan itu disampaikan karena masih banyak materi yang secara substansi belum memenuhi kondisi riil pelaku usaha dalam konteks untuk meningkatkan perekonomian nasional. "RUU-PU sangat diperlukan guna menumbuhkan daya saing ekonomi nasional, tetapi apabila tidak pas justru akan kontraproduktif bagi iklim usaha di Indonesia," kata Iwantono di kantor Apindo Jakarta, Rabu, 16 Januari 2019.
Menurut Iwantono, dalam draf terkahir, RUU itu berisi definisi yang banyak masih kabur dan menimbulkan multitafsir. Para pengusaha juga memperhatikan mengenai penggabungan atau peleburan masih belum jelas. "Contohnya apakah itu wajib memberitahukan ataukah wajib mendapatkan persetujuan dari KPPU sebelum melakukan penggabungan," kata dia.
Dalam draf itu ada sanksi hingga sebesar 25 persen dari nilai transaksi, hanya karena lalai memberitahukan kepada KPPU. "Kami rasakan terlalu besar, termasuk sanksi publikasi dalam daftar hitam pelaku usaha. Pembelian aset oleh satu perusahaan kepada perusahaan lain seharusnya tidak bisa dikategorikan sebagai merger atau akuisisi yang harus dilaporkan kepada KPPU," ujar Iwantono.
Iwantono menilai KPPU sebagai lembaga pengawas memiliki kewenangan yang masih tergabung atau integrated, di mana KPPU dapat bertindak sebagai pelapor, pemeriksa atau penuntut, dan sebagai pemutus atau hakim. Bahkan pada saat keberatan diajukan ke Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung, KPPU berposisi sebagai Pihak. "Kadin dan Apindo berpendapat bahwa kewenangan tersebut seharusnya dipisahkan antara sebagai penuntut dan sebagai hakim," ujarnya.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial, Anton J Supit mengatakan RUU itu justru akan tidak baik untuk iklim usaha, jika dipaksakan segara diketuk dengan kualitas tidak baik. "Kami bukan menolak untuk disahkan, tapi meminta DPR dan pemerintah mendengar dulu masukan kami banyak hal yang kontra produktif terhadap pelaku usaha. Untuk apa bikin regulasi baru kalau sebenarnya masih ada UU yang bisa dipakai sebagai pedoman," kata Anton.
Lebih lanjut Iwantono mengatakan ketentuan tentang Putusan Sela tentang Penghentian Kegiatan Usaha sebaiknya dihapus, karena tidak relevan serta dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar terhadap kelangsungan kegiatan usaha.
Kadin dan Apindo, kata Iwantono keberatan dengan denda sebesar maksimum 25 persen dari nilai penjualan yang harus diganti dengan denda berdasarkan ilegal profit atau maksimum dua atau tiga kali dari illegal profit. Mereka juga keberatan dengan sanksi rekomendasi pencabutan izin usul dihapus. "Karena tidak sesuai dengan tujuan hukum persaingan usaha," ujarnya.
Baca: Pengusaha Usulkan Penurunan Denda bagi Pelaku Kartel
Iwantono juga keberatan karena dalam proses persidangan, keberatan atau banding boleh diajukan jika pelaku usaha membayar 10 persen dari nilai denda. "Hal ini berat bagi terlapor, karena bisa menyebabkan kegiatan usaha terhenti," ucapnya. Keberatan akan beleid menyoal monopoli itu juga dilayangkan terkait ancaman denda sebesar Rp 120 juta dan hukuman kurungan enam bulan bagi orang yang menghalangi pemeriksaan, juga Rp 1,2 miliar bagi perusahaan.