TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyatakan pembahasan dan perundingan perjanjian perdagangan dengan berbagai negara lain untuk melesatkan ekspor Indonesia perlu digalakkan sebagai upaya mengatasi defisit neraca perdagangan.
Baca juga: Terdalam Sejak 1975, Neraca Perdagangan 2018 Defisit USD 8,57 M
"Sebelumnya kita sudah delapan tahun tidak ada perjanjian perdagangan baru, yang saat ini hanya menghidupkan yang lama-lama," kata Mendag di Washington DC, Amerika Serikat, Selasa waktu setempat atau Rabu pagi WIB.
Menurut dia, ada berbagai kerugian dengan minimnya langkah Indonesia dalam melakukan perjanjian perdagangan dengan negara lain.
Ia mencontohkan Vietnam telah memiliki perjanjian perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) sehingga sejumlah komoditas dari Vietnam bisa mengungguli komoditas yang sama dari Indonesia.
Hal tersebut bisa terjadi karena dengan adanya perjanjian perdagangan bilateral Vietnam-AS, sejumlah komoditas yang masuk dari Vietnam ke Negeri Abang Sam itu bisa bertarif lebih murah atau bahkan nol.
"Presiden telah mengingatkan untuk segera diselesaikan (perjanjian perdagangan)," ujar Mendag.
Ia menyadari bahwa untuk membuat perjanjian perdagangan dengan suatu negara atau sebuah kawasan bukanlah hal yang mudah, karena ada tahap internal yang harus dilakukan yaitu sinergi antarkementerian/lembaga hingga bernegosiasi dengan sejumlah mitra pemangku kepentingan.
Mendag juga menyatakan ambisinya pada 2019 bakal menyelesaikan sekitar 13 perjanjian perdagangan.
Sebelumnya, Guru Besar Universitas Brawijaya Candra Fajri Ananda menilai perjanjian maupun misi perdagangan yang dilakukan pemerintah telah membantu pelaksanaan kinerja ekspor maupun impor nasional pada 2018.
Candra dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Kamis, menyatakan upaya tersebut mampu meningkatkan nilai ekspor nonmigas serta menahan pelebaran defisit neraca perdagangan yang secara kumulatif Januari-November 2018 tercatat sebesar 7,52 miliar dolar AS.
ANTARA