TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat neraca perdagangan pada Desember 2018 mengalami defisit sebesar US$ 1,1 miliar. Defisit ini tercatat lebih kecil dibandingkan dengan November 2018 yang mencapai US$ 2,05 miliar.
Baca juga: BI Sebut Defisit Neraca Perdagangan Alami Tren Penurunan
"Masih defisit tapi mengecil kalau dilihat. Kalau defisit di bulan Desember, defisit sedikit berbeda karena disebabkan oleh defisit migas dan non migas," kata Kepala BPS Suhariyanto saat mengelar rilis data di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa 15 Januari 2018.
November 2018, BPS mencatat neraca perdagangan Indonesia defisit US$ 2,05 miliar. Nilai defisit ini disebabkan posisi neraca ekspor yang tercatat sebesar US$ 14,83 miliar atau lebih rendah dibandingkan nilai neraca impor sebesar sebesar US$ 16,88 miliar.
BPS juga mencatat baik ekspor dan impor masing-masing nilainya turun. Nilai ekspor per November turun 6,69 persen menjadi US$ 14,83 miliar disebabkan penurunan ekspor migas. Sedangkan nilai impor sebesar US$ 16,88 miliar atau turun 4,47 persen dibandingkan Oktober 2018.
Suhariyanto menjelaskan bahwa nilai ekspor Desember 2018 mencapai angka US$ 14,18 miliar. Angka ini tercatat turun sebesar 4,89 persen secara month to month atau dibandingkan dengan November 2018. Penurunan ini disumbangkan paling besar oleh migas yang mencapai 27,34 persen dan ekspor non migas yang turun sebesar 8,15 persen.
Sementara itu, nilai impor pada Desember 2018 mencapai angka US$ 15,28 miliar. Nilai impor bulan tersebut tercatat juga menurun sebesar 9,60 persen dibanding November 2018. Penurunan impor ini paling besar disumbang kan impor migas yang mencapai 31,45 persen sedangkan non migas mencapai 5,14 persen.
Dengan kondisi demikian, total defisit sepanjang tahun dari Januari-Desember 2018 defisit perdagangan mencapai angka US$ 8,57 miliar. Defisit sepanjang tahun ini paling banyak disumbangkan defisit migas US$ 12,4 miliar.
"Karena itu pemerintah masih punya punya pekerjaan untuk menggerakkan ekspor sehingga bisa positif, meskipun banyak tantangan, karena ke depan pertumbuhan ekonomi global tidak terlalu menggembirakan," kata Suhariyanto.
Baca berita lain soal neraca perdagangan di Tempo.co