TEMPO.CO, Jakarta - PT Hero Supermarket Tbk (Hero Group) memutuskan untuk melakukan etisiensi operasional dengan menutup total 26 gerai. "Gerai yang ditutup ada Hero Supermarket dan juga Giant, ini sebagai strategi untuk mendukung keberlanjutan bisnis dengan memaksimalkan produktivitas kerja," ujar Corporate Affairs GM PT Hero Supermarket Tbk Tony Mampuk, kepada Tempo, Senin 14 Januari 2019.
Baca berita sebelumnya: Karyawan Hero Alami PHK, Seribuan Buruh Demo
Tony menuturkan alasan penutupan itu utamanya disebabkan oleh segmen bisnis makanan (food) yang lesu dan terus mengalami penurunan penjualan. Hingga kuartal IiI 2018, penjualan bisnis makanan turun sebesar 6 persen secara tahunan. Hal itu mengakibatkan kerugian operasional sebesar Rp 163 miliar atau naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 79 miliar. "Ini menjadi alasan utama dilakukannya efisiensi," katanya.
Adapun hingga 30 September 2018, perusahaan tercatat mengoperasikan 189 toko di bidang makanan dan grocerries yang terdiri dari 59 Giant Ekstra, 96 Giant Express, 31 Hero Supermarket, dan 3 Giant Mart. Sebagai dampak dari penutupan gerai itu, perusahaan pun melakukan pemberhentian hubungan kerja 532 karyawan yang tokonya ditutup karena merugi. "Sebanyak 92 persen karyawan telah memahami kondisi perusahaan dan setuju untuk mengakhiri hubungan kerja," ujar Tony.
Dia menambahkan perseroan ke depan juga berupaya untuk mengoptimalisasi kinerja gerai-gerai yang tersisa dengan melakukan program perubahan manajemen sejak tahun lalu. "Konkretnya beberapa Giant misalnya di Jakarta Barat dan Bekasi telah kami relaunch agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik," ucapnya. Untuk Hero Supermarket, perusahaan pun memberikan branding konsep premium supermarket yang telah diluncurkan di beberapa outlet, seperti di Pondok Indah, Jakarta Selatan, Bekasi, dan Bandung.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani mengakui ketatnya persaingan di sektor ritel. Khususnya, dengan kehadiran platform e-commerce yang memudahkan masyarakat berbelanja online. Tak hanya memukul ritel di bidang makanan dan kebutuhan sehari-hari, hal itu juga berdampak pada ritel department store yang menjual barang fashion. "Perilaku pembeli sudah berubah, semakin lama trennya semakin banyak, teman-teman di sektor ritel lumayan berat, karena persaingan antar sesama ketat ditambah lagi online," ujarnya.
Chairman CT Corp Chairul Tanjung mengatakan dibutuhkan inovasi dan kreativitas agar tetap dapat bertahan di tengah persaingan ketat bisnis ritel. "Persaingan yang luar biasa ini menyebabkan model bisnisnya harus diubah, kalau tidak pasti kalah, dan kalau kalah mau nggak mau pasti tutup," katanya. Di antaranya adalah menyesuaikan perkembangan bisnis dengan zaman dan memahami kebutuhan konsumen. "Online hanya salah satu perubahan, banyak perubahan bisnis model lain yang bisa digunakan."
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung tak sepenuhnya sepakat jika rontoknya bisnis ritel di bidang makanan dan groceries disebabkan oleh penjualan online di marketplace. "Karena untuk segmen itu yang masuk ke marketplace masih kecil sekali di bawah 1 persen, tapi untuk ritel department store mungkin lebih besar dampaknya karena top sales di online itu memang produk-produk fashion," ucapnya.