TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Operasi II PT Adhi Karya (Persero) Tbk, Pundjung Setya Brata, mengatakan pembangunan Light Rail Transit Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi alias LRT Jabodebek telah dilakukan dengan persiapan dan studi yang matang. "Kami sudah lakukan kajian, inilah yang paling optimum," kata Pundjung di Pabrik Precast LRT Jabodebek di Jakarta, Senin, 14 Januari2019.
Baca juga: Adhi Karya Jawab Kritik Jusuf Kalla Soal Biaya LRT Kemahalan
Pernyataan ini disampaikan menanggapi kritik dari Wakil Presiden Jusuf Kalla alias JK bahwa biaya pembangunan LRT kemahalan, yaitu mencapai Rp 500 miliar per kilometer. JK menilai biaya pembangunan yang sangat besar ini sangat tidak efisien dan bakal membuat biaya balik modal oleh Adhi Karya bakal berat.
Beberapa hal yang sebenarnya dipertanyakan oleh JK yaitu alasan pembangunan LRT dilakukan di pinggir jalan tol. JK menilai khusus untuk konstruksi LRT diluar Jakarta bisa dibangun menapak di atas tanah saja agar, tidak perlu seluruhnya di samping tol dan tidak perlu dibangun secara layang atau elevated secara keseluruhan.
Sementara Adhi Karya menjelaskan ada banyak pertimbangan sehingga pembangunan tiga ruas LRT (Cibubur-Cawang, Bekasi Timur-Cawang, dan Cawang-Dukuh Atas) dilakuka secara elevated, bukan at grade (menapak di tanah) ataupun underground. Berikut perinciannya:
1. Menghilangkan perlintasan sebidang dengan jalan. Dengan begitu, kapasitas jalan akan semakin tinggi karena tidak ada gangguan kereta lewat dan menghindari kecelakaan lalu lintas.
2. Memastikan kapasitas ataupun frekuensi perjalanan kereta dapat maksimum tanpa mengganggu lalu lintas. LRT ini bakal menggunakan sistem persinyalan moving block sehingga jarak antar kereta atau headway hanya 3 menit saja.
3. Banyak flyover, jembatan penyeberangan orang atau JPO, dan konstruksi lainnya di sepanjang 44,34 kilometer jalur LRT. Kalaupun akan menggunakan bentuk at grade, maka Adhi Karya menyarankan agar diterapkan di LRT fase dari dari Cibubur menuju Bogor.
4. Menjaga kemiringan minimum jalur. Adhi Karya menerapkan kemiringan 27 persen atau ketinggian 27 meter dari atas tanah untuk setiap 1000 meter. Sebab, bila jalur atau trase-nya naik turun alias elevated plus at grade, maka kenyamanan penumpang bakal berkurang, membutuhkan sarana yang lebih besar dan biaya operasional alias operational expenditure (opex) yang tinggi.
5. Meminimalkan pembebasan lahan. Sebab, bila konstruksi LRT dibuat at grade, maka banyak ruang bebas yang harus dibebaskan karena membutuhkan area kosong di pinggiran yang lebih besar.
6. Memaksimalkan fungsi ruas di pinggir jalan. Ini karena jalur layang LRT tidak akan mengubah fungsi lahan di bahwa jalur mereka.
7. Meminimalkan masalah sosial atau gangguan dari orang-orang tak bertanggung jawab yang sering terjadi pada jalur at grade. Jalur at grade seperti Commuter Line Jabodetabek sebelumnya sempat mengalami beberapa kejadian, mulai dari dicoret hingga dilempar batu dari luar.