TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi tak setuju dengan adanya kebijakan down payment atau uang muka atau DP nol rupiah untuk kredit kendaraan bermotor. Dia mengatakan kebijakan tersebut berisiko terutama bagi industri.
Baca juga: JK Soal DP Nol Persen Kendaraan: Kredit Macet, High Risk
"Saya termasuk yang tidak setuju karena ini menimbulkan risiko, baik risiko bagi industri peminjaman (leasing) maupun juga mobilnya," kata Budi ditemui di di Puri Agung Ballroom, Grand Sahid Jaya, Jakarta Selatan, Senin 14 Januari 2019.
Menurut Budi, para peminjam kepada industri pembiayaan tentu harus memiliki tanggung jawab. Tanggung jawab tersebut dibuktikan dengan adanya uang muka ketika mengajukan peminjaman kepada perusahaan pembiayaan. Jika tak ada uang muka, tentu dalam waktu 2-3 bulan kendaraan berisiko untuk dikembalikan.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan atau OJK resmi menurunkan batas uang muka kendaraan bermotor hingga 0 persen atau DP nol rupiah. Hal tersebut diatur dalam POJK No.35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan yang baru diatur bahwa perusahaan multifinance dapat menyalurkan pembiayaan tunai.
OJK juga menurunkan batas uang muka kendaraan bermotor hingga 0 persen. Dalam beleid itu disebutkan perusahaan pembiayaan yang memiliki tingkat kesehatan keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai rasio non performing financing (NPF) neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor maksimal 1 persen dapat menerapkan ketentuan besaran uang muka pembiayaan kendaraan bermotor paling rendah 0 persen.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai adanya kebijakan down payment atau uang muka nol rupiah untuk kredit kendaraan bermotor memiliki risiko yang tinggi. Salah satu risiko tinggi tersebut dapat memunculkan adanya kredit macet. "Karena kalau DP 0, bisa itu kredit macetnya banyak, high risk," kata Jusuf Kalla.
Meski membantu, Kalla mengingatkan bahwa tentu akan ada efek lain dari adanya diperbolehkannya kredit dengan DP nol rupiah. Salah satunya membuat kerja debt collector menjadi lebih banyak. "Kalau terjadi high risk itu nanti yang bekerja nanti debt collector/penagih utang," kata Kalla.