TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menyiapkan lima inisiatif kebijakan untuk mendukung pembiayaan sektor-sektor prioritas pemerintah. Kelima inisiatif kebijakan ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada 2019.
Baca: OJK Jawab Kritik YLKI Soal DP Nol Persen Kredit Kendaraan
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, mengatakan, kebijakan pertama yang akan dilakukan adalah memperbesar alternatif pembiayaan jangka menengah dan panjang bagi sektor strategis melalui pengembangan pembiayaan dari pasar modal. "OJK akan mendorong, memfasilitasi, dan memberikan insentif kepada calon emiten," katanya, melalui pernyataan resmi di Jakarta, Ahad, 13 Januari 2019.
Fasilitas yang dapat dipakai untuk pendanaan di pasar modal antara lain melalui penerbitan efek berbasis utang atau syariah, reksa dana panyertaan terbatas (RDPT), efek beragun aset (EBA), dana investasi real estat (DIRE), dan dana investasi infrastruktur (dinfra).
Selain itu, ada pula instrumen derivatif berupa Indonesia Government Bond Futures (IGBF), medium-term-notes (MTN), dan pengembangan produk investasi berbasis syariah di antaranya sukuk wakaf.
Kedua, OJK juga mendorong lembaga jasa keuangan meningkatkan kontribusi pembiayaan kepada sektor prioritas seperti industri ekspor, substitusi impor, pariwisata, atau sektor perumahan. Realisasi yang dapat mendukung hal itu seperti pengembangan skema pembiayaan serta ekosistem pendukungnya, termasuk asuransi pariwisata. "Kami juga mendukung percepatan peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dalam mendorong ekspor," kata Wimboh.
Untuk kebijakan ketiga, OJK berusaha memperluas penyediaan akses keuangan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan masyarakat kecil di daerah terpencil yang belum terlayani lembaga keuangan formal. Salah satunya melalui pendirian bank wakaf mikro yang jumlahnya akan ditambah menjadi 100 lembaga pada akhir 2019.
Lembaga jasa keuangan juga akan didorong untuk meningkatkan akses keuangan ke daerah-daerah terpencil melalui pemanfaatan teknologi. OJK menargetkan indeks inklusi keuangan bisa ditingkatkan menjadi 75 persen tahun ini dan diharapkan dapat meningkatkan perlindungan kepada konsumen sektor jasa keuangan.
Keempat, OJK mendorong inovasi industri jasa keuangan dalam menghadapi dan memanfaatkan revolusi industri 4.0. OJK menyiapkan ekosistem yang memadai dan mendorong lembaga jasa keuangan melakukan digitalisasi produk dan layanan keuangannya dengan manajemen risiko yang memadai.
Selain itu, OJK juga terus meningkatkan literasi masyarakat terhadap layanan finansial berbasis teknologi (fintech) dan memperkuat penegakan hukum bagi perusahaan rintisan fintech ilegal yang merugikan masyakat luas. Sambil terus memfasilitasi dan memonitor perkembangan rintisan fintech, termasuk pinjam meminjam (P2P) dan penghimpunan dana.
Kebijakan kelima adalah OJK akan memanfaatkan teknologi dalam proses bisnis, baik dalam pengawasan perbankan berbasis teknologi, dan perizinan yang lebih cepat, termasuk proses fit and proper test dari 30 hari kerja menjadi 14 hari kerja. "Tentunya, keseluruhan kebijakan dan inisiatif tersebut membutuhkan kolaborasi yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan," kata Wimboh.
Baca: OJK : Rasio NPL 2019 Diharapkan di Bawah 2 Persen
Untuk itu, OJK meminta seluruh pelaku sektor jasa keuangan mewujudkan kolaborasi yang efektif dalam membangun optimisme bersama guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
ANTARA