TEMPO.CO, Jakarta - Pendapatan PT Freeport Indonesia bakal anjlok pada tahun ini. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot Ariyono menyebut penghasilan perusahaan tambang tembaga dan emas itu bakal turun ketimbang tahun-tahun sebelumnya lantaran Tambang Terbuka Grasberg mulai berhenti produksi.
BACA: Izin Ekspor Konsentrat Freeport Habis Februari 2019
"Jadi EBITDA dan revenue turun karena Tambang Grasberg berhenti," ujar Bambang di Kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Rabu, 9 Januari 2019.
Bambang menegaskan pendapatan Freeport turun bukan lantaran perkara menipisnya cadangan maupun kadar barang tambang di sana. Penurunan itu disebabkan proses produksi di tambang bawah tanah Grasberg masih belum dimulai.
Setelah tambang bawah tanah beroperasi, Bambang optimistis pendapatan PT Freeport Indonesia bakal mulai naik kembali. "Sejak 2020 dan 2021 akan naik lagi sampai 2025, nanti 2025 akan mulai stabil," ujar Bambang.
Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium atau Inalum Budi Gunadi Sadikin membenarkan bahwa tahun ini EBITDA Freeport bakal merosot ketimbang sebelumnya lantaran Grasberg Open Pit habis pada 2019 dan diganti dengan tambang bawah tanah.
"Ini akan berproduksi maksimal di sekitar 2023, dan nanti akan mulai stabil," ujar Budi. "Jangan dimarahi kalau produksi turun di 2019 dan 2020, bukan karena tambangnya habis."
Budi menghitung dalam keadaan stabil Freeport bakal memiliki revenue sebesar US$ 7 miliar per tahun atau sekitar Rp 98 triliun per tahun dengan asumsi nilai tukar Rp 14 ribu per dolar AS. Selanjutnya, EBITDA perseroan dalam keadaan stabil mencapai US$ 4 miliar atau RP 56 triliun.
Adapun laba bersih yang dikantongi Freeport pada kondisi stabil adalah sekitar US$ 2 miliar per tahun. "Karena Inalum pegang 51 persen kita dapat US$ 1 miliar per tahun setelah 2023," kata Budi.