TEMPO.CO, Jakarta - Akreditasi yang jadi salah satu syarat kerja sama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan dan Rumah Sakit belakangan kembali ramai dibahas. Terkait hal itu, pemerintah dengan tegas menolak menanggung sebagian atau seluruh biaya akreditasi rumah sakit sebagaimana diusulkan oleh Persatuan Pemilik Rumah Sakit Swasta Nasional (Persana).
Baca: BPJS Kesehatan Blak-blakan Soal Putus Kontrak dengan Rumah Sakit
Menteri Kesehatan Nila Djuwita Faried Anfasa Moeloek mengatakan bahwa pihaknya tidak akan menanggung biaya akreditasi dengan alasan menyalahi Undang-undang. “Tidak bisa, ada Undang-undang. Pertanyaannya, apakan boleh membiayai swasta? Jangan dong,” kata Nila di Jakarta, Rabu, 9 Januari 2019.
Nila menjelaskan, pemerintah telah memperingatkan rumah sakit untuk mengurus akreditasi sejak lima tahun lalu. Akreditasi merupakan salah satu syarat apabila rumah sakit ingin bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Namun sayangnya hingga 2018, sekitar 33 persen dari total rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan belum memiliki akreditasi. “Ini kan salah satu syarat kredensial dari BPJS Kesehatan. Ini bukan baru sekarang, tapi sudah lama dan pemerintah daerah juga sudah kami ingatkan,” katanya.
Kementerian Kesehatan, kata Nila, masih memberi kesempatan kepada rumah sakit yang belum memiliki akreditasi untuk menyiapkan diri hingga 30 Juni 2019. Pihaknya juga akan melihat kembali perkembangan di lapangan, jika kekurangan yang dimiliki rumah sakit merupakan kekurangan administratif, maka akan diberi waktu lagi.
Namun, menurut Nila, jika kekurangan akreditasi masih banyak, Kementerian Kesehatan akan memutus kerja sama antara rumah sakit dan BPJS Kesehatan. “Ini untuk mutu dan keselamatan pasien, kalau syarat tidak terpenuhi mau tidak mau nanti bisa kita lakukan pemutusan, ini prosedural demi pelayanan."
Soal akreditasi kembali menjadi sorotan karena belakangan ini dikabarkan BPJS Kesehatan memutus kerja sama dengan 92 rumah sakit di antaranya karena belum dipenuhinya syarat akreditasi. Ada juga rumah sakit yang diputus kerja samanya karena tidak lolos kredensialing atau sudah tidak beroperasi.
BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan pada Senin lalu menyepakati perpanjangan kerja sama dengan rumah sakit yang belum terakreditasi agar tetap dapat memberikan pelayanan bagi peserta JKN-KIS dengan syarat. Isi kesepakatan itu adalah RS yang belum melaksanakan akreditasi masih diberi waktu melakukan pembenahan dan perbaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hingga Juni 2019.
Sementara itu, pemerintah tercatat telah menambah kuota penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI-JK) sebanyak 4,4 juta jiwa pada tahun ini. Penambahan tersebut membuat total jumlah kepesertaan yang ditanggung oleh anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) ini menjadi 96,8 juta jiwa dari sebelumnya 92,4 juta peserta.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, penambahan ini merupakan wujud komitmen kuat Pemerintah terhadap Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Khususnya dalam hal peningkatan cakupan kepesertaan.
“Ada penambahan sebanyak 4,4 juta jiwa dari tahun-tahun sebelumnya [2016-2018]. Hal ini merupakan kabar baik, diharapkan melalui penambahan kuota PBI ini akan mempercepat terwujudnya cakupan kesehatan semesta atau universal health coverage,” katanya melalui keterangan tertulis, Rabu, 9 Januari 2019.
Iqbal mengatakan, penambahan kuota ini sesuai dengan surat Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 01/HUK/2019 tentang Penetapan Penerimaan Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Tahun 2019 yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Republik Indonesia Agus Gumiwang Kartasasmita. Data peserta ini juga sudah termasuk bayi dari peserta PBI-JK yang didaftarkan pada 2019.
Baca: BPJS Stop Kerja Sama dengan RS, Kemenkes: Masyarakat Jangan Resah
Sampai 3 Januari 2019, tercatat 215.860.046 jiwa penduduk di Indonesia telah menjadi peserta JKN-KIS. BPJS Kesehatan juga bermitra dengan 23.011 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), 2.475 rumah sakit, termasuk klinik utama.
BISNIS