TEMPO.CO, Jakarta - Izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia bakal habis pada 15 Februari 2019 mendatang. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot Ariyono mengatakan pemerintah bakal memperpanjang izin ekspor itu apabila perseroan telah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu.
Baca: Mahfud MD Bicara Panjang soal Perpanjangan Kontrak Freeport
"Tapi sampai saat ini belum ada pengajuan," ujar Bambang di Kantor Direktorat Jenderal Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu, 9 Januari 2019.
Tahun lalu, Freeport kembali mendapat izin ekspor konsentrat dari pemerintah. Kementerian Energi memang membuka keran ekspor melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 5 Tahun 2017 yang berlaku sejak Januari 2017 lalu.
Regulasi tersebut adalah revisi aturan Peraturan Menteri Energi Nomor 1 Tahun 2014 yang melarang ekspor mineral mentah. Keran ekspor dibuka hingga 2022, selama pemohon berkomitmen membangun smelter. Beleid itu menyatakan evaluasi pembangunan fasilitas bakal dilakukan per enam bulan.
Pembangunan smelter Freeport, ujar Bambang, masih on the track. Kendati, perseroan belum juga menentukan lokasi pembangunan fasilitas pemurnian barang tambang tersebut. "Dalam waktu dekat mereka akan memutuskan, selama ini cenderung ke lokasi di Gresik, Jawa Timur," kata Bambang.
Saat ini, Bambang mengatakan Freeport masih melakukan persiapan rekayasa desain dan teknologi. Ia yakin apabila lokasi diputuskan, maka progres pembangunan smelter itu juga bakal lebih cepat.
Direktur Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak menyatakan meski izin ekspor Freeport habis pada Februari mendatang, saat ini masih ada sisa kuota ekspor yang belum diselesaikan oleh Freeport.
Yunus mengatakan Surat Persetujuan Ekspor (SPE) nantinya keluar seiring dengan terpenuhinya tiga poin pertimbangan, antara lain kapasitas cadangan, Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan alias RKAP yang diajukan, dan kapasitas produksi smelter.
"Setelah itu diajukan, nanti akan disesuaikan dengan kurva S yang dijanjikan," kata Yunus. "Kalau sudah sampai 90 persen kami setujui dan berikan izin ekspor."