TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup atau KLHK menjawab tudingan mengenai kerusakan lingkungan atas penambangan yang dilakukan PT Freeport Indonesia. Inspektur Jenderal KLHK Ilyas Assaad mengatakan bahwa kerusakan lingkungan akibat adanya pengelolaan limbah (tailing) atas penambangan telah masuk dalam perhitungan lewat Analisa Dampak Lingkungan atau Amdal.
BACA:Kaleidoskop 2018: Sah, Pemerintah Akhirnya Kuasai Freeport
Ilyas menjelaskan untuk mengelola tailing telah dibangun tempat penimbunan yang disebut ModADA (Modified Ajkwa Deposition Area) seluas 230 km2. Di sisi timur dibangun tanggul sepanjang 54 km dan disisi barat sepanjang 52 km dengan jarak antara 4-7 km. "Ini dimaksudkan untuk menghindari melubernya tailing," kata Ilyas saat mengelar konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu 9 Januari 2019.
Sebelumnya pada Desember 2018 sebuah lembaga swadaya masyarakat meminta Kementerian untuk melakukan transparansi mengenai hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan atau BPK. Salah satunya mengenai potensi kerusakan lingkungan hidup akibat limbah pertambangan atau tailing) sehingga diprediksi menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 185 triliun.
BACA: Kultwit Dipuji SBY, Said Didu: Itu Analisis Murni Beliau
Lembaga tersebut diketahui juga menyoroti mengenai belum adanya izin penggunaan hutan di area tambang Freeport. Selain itu, lembaga tersebut menyatakan belum adanya persetujuan Amdal dari Komisi Amdal pusat tentang aktifitas tambang bawah tanah, tetapi Izin Usaha Penambangan Khusus telah diterbitkan.
Menjawab tudingan tersebut, Ilyas menjelaskan bahwa penggunaan Sungai Ajkwa sebagai tempat penyaluran tailing. Dia menjelaskan bahwa Freeport telah mendapat izin dari Pemerintah Propinsi Papua melalui surat keputusan Gubernur Provnsi Irian Jaya Nomor 540/2102/set tentang Ijin Pemanfaatan Sungai Aghawagon, Sungai Otomona, Sungai Ajkwa dan Sungai Minajerwi untuk Penyaluran Limbah Pertambangan.
Adapula, Surat Keputusan Bupati Mimika Nomor 4 Tahun 2005 tentang Penetapan Peruntukan dan Pemanfaatan Sungai Aghawagon, Otomona, Ajkwa di Kabupaten Mimika. "Dengan demikian penggunaan sungai juga telah diperhitungkan sejak awal sebagai tempat penampungan tailing," kata dia.
Sementara itu, mengenai IUPK, Ilyas menjelaskan bahwa Kementerian telah menyetujui Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) yang melingkup 21 kegiatan yang telah berjalan namun belum mempunyai izin Lingkungan. Mengenai hal ini Kementerian telah menerbitkan keputusan dengan nomor SK.32/PKTL/PDLUK/PLA.4/ 5/2018 tentang pengesahan dokumen evaluasi lingkungan hidup perubahan kegiatan usaha pertambangan dan fasilitas pendukung dari yang tercantum dalam AMDAL, RKL, dan RPL regional rencana perluasan kegiatan penambangan tembaga.
Dalam kesempatan itu, Ilyas juga membantah adanya pencabutan Keputusan Menteri 175/Menlhk/Setjen/PLB.3/4/2018. Dia menuturkan keputusan tersebut tidak pernah dicabut dan masih akan berlaku. Sedangkan Keputusan Menreri Nomor 594/Menlhk/Setjen/PLA.0/12/2018 hanya menegaskan langkah yang perlu dilakukan Freeport dalam pengelolaan tailing sebagaimana diatur dalam Keputusan 175.