TEMPO.CO, Jakarta - Senior Staf Riset dan Analis PT Monex Investindo Futures Faisyal memprediksi reli penguatan rupiah akan terus berlanjut. Hal ini seiring dengan asumsinya terhadap skenario positif terhadap data Non-Farm Payroll (NFP), data pendapatan harian rata-rata, serta pidato Ketua Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) Jerome Powell terkait dengan tanggapan pada prospek pertumbuhan ekonomi global 2019.
Baca: Rupiah Tembus 14.103 per Dolar AS, Paling Perkasa di Regional
“Bahkan, rupiah berpotensi akan mencoba untuk kembali berada pada posisi di bawah Rp 14.000 per dolar AS,” ujar Faisyal, Jumat, 4 Januari 2019. Jika data ekonomi AS menunjukkan tren negatif atau lebih dari rendah dari daripada ekspektasi pasar dan pernyataan Jerome Powell yang dovish tentang gambaran sikap bank sentral terhadap outlook pertumbuhan ekonomi global 2019, sentimen bagi penguatan rupiah akan kembali berlanjut.
Menutup pekan pertama 2019, rupiah memimpin kinerja penguatan nilai tukar terhadap dolar Amerika Serikat pada klasemen mata uang Asia mengalahkan won, baht, ringgit, hingga rupee. Reli penguatan rupiah pun berlanjut seiring dengan kebijakan Federal Reserve yang cenderung dovish, dengan menahan kenaikan suku bunga demi memberikan stimulus terhadap ekonomi dan rencana islah AS-Cina soal perang dagang.
Hal senada disampaikan oleh ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail. Penguatan rupiah di antaranya karena dolar AS melemah terhadap mayoritas mata uang utama dunia yang dipicu oleh pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell yang cenderung untuk menunda kenaikan suku bunga atau melakukan kebijakan moneter longgar (dovish).
"The Fed menyatakan lebih bersabar dalam menaikkan tingkat suku bunganya tahun ini dan lebih melihat arah pergerakan ekonomi Amerika Serikat sebelum mengambil keputusan untuk menaikkan tingkat suku bunga," kata Mikail.
Selain itu, menurut Mikail, ada kemungkinan perundingan perdagangan antara Amerika Serikat-Cina pada 7-8 Januari di Beijing, turut menjadi faktor negatif bagi dolar AS. "Rupiah mendapatkan sentimen positif dari pelemahan dolar AS di pasar global itu," katanya.
Nilai tukar rupiah pada pagi hari ini terpantau paling perkasa di antara nilai tukar negara-negara Asia. Rupiah mengalami penguatan tertinggi terhadap dolar Amerika Serikat dibanding negara-negara lain di Asia.
Berdasarkan pantauan Tempo melalui RTI Business pada Senin pagi, 7 Januari 2019 pukul 10.19 WIB, nilai tukar rupiah telah berada di level Rp 14.090 per dolar AS. Artinya, rupiah menguat sebesar 180 poin atau 1,26 persen ketimbang saat dibuka di level Rp 14.270 per dolar AS.
Penguatan memang terjadi juga untuk mata uang Asia lainnya. Namun, besar penguatan itu belum ada yang melampaui penguatan rupiah. Misalnya saja nilai tukar bath Thailand yang menguat 0,47 persen menjadi 31,95 per dolar AS. Yuan Cina juga menguat sebesar 0,45 persen menjadi 6,85 per dolar AS setelah dibuka di level 6,88 per dolar AS.
Penguatan juga terjadi pada dolar Singapura, dengan mencapai 1,3 572 per dolar Amerika. Angka tersebut menguat 0,0014 poin atau sekitar 0,10 persen dibanding saat dibuka di level 1,3588. Selain itu, dolar Taiwan juga mengalami apresiasi sebesar 0,18 persen ke level 30,800 per dolar AS. Adapun yen Jepang mengalami penguatan 0,28 persen ke level 108,14 per dolar AS.
Baca: Kembali Menguat, Kurs Rupiah Sentuh Level 14.178 per Dolar AS
Beberapa mata uang Asia yang mengalami terpantau mengalami depresiasi adalah won Korea dengan mencapai 111.9,5 per dolar AS atau melemah sebesar 0,29 persen. Pelemahan tipis juga terjadi pada dolar Hong Kong sebesar 0,0001 poin ke level 7,8354 per dolar AS.
BISNIS | ANTARA | CAESAR AKBAR