TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan pemerintah tetap harus waspada meskipun pada pekan awal tahu 2019 nilai tukar rupiah tercatat menguat. Sebab, dia mengatakan penguatan tersebut diprediksi hanya sementara saja.
Simak: Akhir Pekan Pertama 2019, Rupiah dan IHSG Ditutup Menguat
"Apakah ini akan terus berlangsung sepanjang tahun 2019? Harapannya tentu iya seperti itu, tapi itu too good to be true," kata Piter kepada Tempo, Sabtu 5 Januari 2018.
Mengawali pekan pertama 2019, nilai tukar rupiah mulai menunjukkan keperkasaannya dengan ditopang data fundamental Indonesia yang cukup baik. Pada Jumat lalu, rupiah tercatat bisa menguat mencapai level Rp 14.390 per dolar AS di pasar sekunder atau menguat sebanyak 178 poin sekitar 1,23 persen dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya.
Bahkan pada penutupan perdagangan rupiah mampu menembus level Rp 14.270 per dolar AS naik 147 poin atau 1,02 persen. Selain itu, penguatan rupiah tersebut menjadikan nilai tukar mata uang ini memimpin klasemen pada mata uang dia Asia terhadap penguatan terhadap dollar AS.
Piter menuturkan, kondisi rupiah saat ini masih dipengaruhi oleh banyaknya modal asing yang masih karena kebutuhan investasi pada perekonomian lebih tinggi dari pada tabungan. Selanjutnya modal asing yang masuk tersebut memang didominasi sejumlah portfolio atau melalui surat utang. Dua kondisi ini, kata dia, menyebabkan rupiah kita sangat rentan terhadap pergerakan modal asing.
Menurut Piter, pemerintah dan investor dalam negeri masih tetap harus waspada terhadap sentimen-sentimen dari luar seperti kebijakan suku bunga The Fed, perkembangan politik di Amerika Serikat, proses Brexit hingga perkembangan politik dan ekonomi di Argentina dan Turki. Selain itu, kebijakan negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC dan perkembangan politik di Timur Tengah tentu perlu juga diperhatikan.
Sebab, Piter menjelaskan dinamika global masih lebih banyak yang tidak bisa tertebak. Misalnya masih mungkinnya kenaikan suku bunga The Fed dan perang dagang yang belum terjamin akan berhenti.
"Selain itu banyak isu lain yang bisa mengubah persepsi dan keyakinan investor asing. Ketika semua berubah arah tentu rupiah akan kembali terguncang," kata Piter.