TEMPO.CO, Surabaya - PT Vale Indonesia siap menawarkan divestasi saham kepada pemerintah sesuai dengan perjanjian amandemen kontrak karya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Simak: Unjuk Rasa Warga Memprotes PT Vale Indonesia Berlanjut
Baca Juga:
"Pada intinya kami siap, namun semua itu memang ada tahapan yang harus dilalui," kata Senior Manager Communication PT Vale Indonesia Suparam Bayu Aji kepada Antara di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu 5 Januari 2019.
Perkembangan saat ini terkait divestasi, PT Vale telah menyampaikan surat kepada Menteri ESDM sehubungan dengan proses pelaksanaan divestasi.
PT Vale Indonesia, menurut Bayu, tinggal menunggu arahan tahapan yang diberlakukan oleh Kementerian ESDM untuk memenuhi divestasi sesuai aturan amandemen kontrak karya.
Anggota Komisi VII DPR RI, Ahmad M Ali, menyoroti tentang adanya renegosiasi kembali saham PT Vale Indonesia untuk ditawarkan kepada pemerintah.
Berkaca dari proses divestasi saham PT Freeport Indonesia, Ahmad Ali menyebutkan sudah waktunya tambang nikel PT Vale dikuasai mayoritas oleh Indonesia.
Ia menjelaskan kondisi saat ini bahwa pembayaran royalti dinaikkan dari 0,9 persen menjadi dua persen, dan menjadi tiga persen jika harga nikel menyentuh 21.000 dolar AS per ton.
Klausul ini dinilainya kurang tepat, karena menurutnya pada saat "booming" komoditasdengan harga komoditas mineral mencapai titik tertingginya pada 2011, harga nikel dunia tak menyentuh level 21.000 dolar AS.
Angka tersebut dinilainya terlalu tinggi dan tak mengacu pada konteks faktual harga komoditas nikel sepanjang sepuluh tahun terakhir, yang ditandai oleh berakhirnya era "booming" komoditas.
Selain itu, jkata dia, hingga saat ini PT Vale Indonesia tak kunjung menawarkan saham 20 persen kepada pihak Indonesia. Realisasi pembangunan smelter di Bahodopi dan Pomalaa juga tersendat.
Memasuki akhir tahun PT Vale Indonesia memproduksi nikel sebanyak 18.193 metrik ton pada periode triwulan ketiga tahun 2018 atau di bawah target.