TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Jaminan Sosial Nasional atau DJSN bakal membentuk tim panel ad hoc atau sementara yang akan mendalami kasus dugaan pelecehan seksual dan pemerkosaan yang dialami staf ahli anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan. Kasus tersebut diduga menyeret Syafri Adnan Baharuddin, anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan.
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan Hari Ini Gelar Konferensi Pers Skandal Seks
"Tim ini yang akan menindaklanjuti pelaporan," kata Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat BPJS Ketenagakerjaan, Ivansyah Utoh Banja, kepada Tempo di Jakarta, Sabtu, 29 Desember 2018. Tim ini memang dibentuk lantaran adanya laporan langsung dari Tini kepada DJSN.
Utoh menyebut ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Bagi Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa anggota dewan maupun direksi dilarang melakukan perbuatan tercela.
Lalu ketika ada laporan, maka DJSN membentuk tim panel beranggotakan lima orang, yaitu satu anggota DJSN, dua dari kementerian, dan dua dari unsur ahli. Susunan tim panel ditetapkan oleh Ketua DJSN, yaitu Guntur Witjaksono. Sanksi terberat jika terbukti ada pelanggaran adalah pemecatan.
Baik Syafri maupun korban saat ini sudah mendapatkan sanksi administratif yaitu berupa skorsing atau pemberhentian sementara. Syafri diskors karena adanya laporan dari korban. Sementara korban diskors karena mengunggah dugaan pelecehan ini ke media sosial yang dinilai berpotensi mencemarkan nama baik BPJS Ketenagakerjaan.
Ada tiga bentuk sanksi administratif dalam PP Nomor 88 Tahun 2013 tersebut. Sanksi paling ringan yaitu peringatan tertulis diberikan oleh Menteri Ketenagakerjaan. Sedangkan sanksi berupa pemberhentian sementara dan pemecatan diberikan oleh presiden berdasarkan pertimbangan Menteri Ketenagakerjaan.
Baca berita kasus dugaan pemerkosaan di BPJS Ketenagakerjaan di Tempo.co