TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM Antonius Ratdomopurbo menyampaikan bahwa reaktivasi atau pergerakan lempeng sesar di Selat Sunda yang berada di bawah Gunung Anak Krakatau masih menjadi potensi ancaman. Sebab, reaktivasi ini bisa memicu kembali meningkatkan aktivitas vulkanik gunung yang saat ini sudah mulai reda.
BACA: Pasca Tsunami, Tinggi Gunung Anak Krakatau Ciut Jadi 110 Meter
"Itu makanya gunung api itu fluktuatif, bisa naik mendadak bisa turun, tak bisa diprediksi," kata Purbo dalam konferensi pers di Ruang Sarulla, Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Sabtu, 29 Desember 2018.
Sebelumnya, tsunami akibat longsoran erupsi Gunung Anak Krakatau terjadi pada Jumat, 22 Desember 2018. Bencana ini berdampak pada pesisir barat Banten serta Lampung Selatan. Dalam rilis BNPB per tanggal 25 Desember pukul 13.00, jumlah korban meninggal bertambah menjadi 429 jiwa. Selain itu, 1.485 orang menjadi korban luka-luka, 154 masih hilang, dan 16.082 jiwa mengungsi.
BACA: BNPB: Potensi Tsunami Akibat Gunung Anak Krakatau Masih Ada
Purbo menjelaskan, bahwa reaktivasi sesar ini bisa saja memicu kembalinya longsoran besar di lereng Gunung Anak Kratakau. Tapi jika tidak, maka hanya akan ada longsoran-longsoran kecil saja yang tidak memicu tsunami. "Kalau tsunami itu harus mendadak, kalau dia melorot pelan pelan seperti loncat indah dan bagus, kan enggak ada kecoplaknya (cipratannya), kalau jelek ya kecoplak semua."
Untuk itu, meski saat ini aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau mulai mereda, status bencana mulai diturunkan dan masih bertahan di level III atau siaga. Dengan begitu, tidak ada yang diperbolehkan masuk ke kompleks sekitar Gunung Anak Krakatau bahkan mendekat dalam radius 5 kilometer.
Purbo juga meminta masyarakat menyiapkan masker untuk mengantisipasi jika terjadi hujan abu. Lalu yang yang penting, Ia meminta kepada masyarakat sekitar gunung yaitu di Provinsi Lampung dan Banten agar tetap tenang dan tidak mempercayai isu-isu tentang erupsi yang akan menyebabkan tsunami dengan tetap mengikuti arahan Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD setempat.