TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono membuka opsi untuk merelokasi atau memindahkan seluruh rumah warga di pesisir pantai di Indonesia setelah terjadinya tsunami. Pemindahan ini akan disesuaikan dengan aturan tata ruang dan dan kawasan rawan bencana di Kementerian Agraria dan Tata Ruang maupun Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB.
Baca: 14 Tahun Tsunami Aceh, BPPT: Perkuat Deteksi Dini Tsunami
"Kalau mau konsekuen, ya harus begitu kan, kalau nggak nanti disalahin lagi," kata Basuki saat ditemui di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Desember 2018. Namun, Basuki belum merinci sejauh mana opsi ini dibahas dengan kementerian lainnya.
Menurut Basuki, Kementerian PUPR sedang mendata jumlah rumah yang hancur akibat tsunami di Selat Sunda. Pendataan rumah dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama pemerintah di daerah tedampak, Kabupaten Lampung Selatan dan Provinsi Banten.
"Jumlah rumahnya sedang didata, tapi nggak terlalu banyak, ada 600 sekian rumah di Banten dan Lampung," kata Basuki di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Desember 2018.
Baca Juga:
Opsi pemindahan rumah muncul setelah Basuki menyampaikan adanya indikasi pelanggaran aturan tata ruang dalam musibah tsunami Banten. Sebab, beberapa rumah-rumah warga dibangun sangat dekat dengan bibir pantai dan menghadap langsung ke Gunung aktif Krakatau. "Secara Undang-Undang Tata Ruang, ada aturan dimana pendirian bangunan sepandan pantai itu melanggar."
Sebelumnya, tsunami akibat longsoran erupsi Gunung Krakatau di Selat Sunda terjadi pada Jumat, 22 Desember 2018. Bencana ini berdampak pada pesisir barat Banten serta Lampung Selatan. Dalam rilis BNPB per tanggal 25 Desember pukul 13.00, jumlah korban meninggal bertambah menjadi 429 jiwa. Selain itu, 1.485 orang menjadi korban luka-luka, 154 masih hilang, dan 16.082 jiwa mengungsi.
Akan tetapi, aturan tersebut berbeda-beda antara satu wilayah dengan daerah lainnya, disesuaikan dengan kondisi dan kerawanan bencananya. "Jadi tidak bisa misalnya 200 meter dari pantai tidak boleh ada bangunan, kriteria jarak itu tergantung intensitas kerawanannya." Namun khusus untuk daerah yang berhadapan langsung dengan Gunung Krakatau, Basuki memastikan bahwa jarak rumah yang dibangun harus lebih jauh dari bibir pantai.
Masalahnya, Basuki menemukan fakta bahwa beberapa rumah-rumah yang hancur di pesisir Banten hanya berjarak lima meter saja dari bibir pantai. Rumah-rumah ini juga berhadapan langsung dengan Gunung Krakatau. Itu sebabnya khusus untuk Banten, Kementerian PUPR akan merelokasi rumah-rumah ini dengan jarak ideal sejauh 50 sampai 100 meter dari bibir pantai.
Di Banten pun Basuki menyebut ada beberapa titik wilayah yang sebenarnya tidak boleh ada bangunan. Aturan itu dilanggar karena ada bangunan vila yang berdiri sehingga akses untuk fasilitas umum pun menjadi terputus. "Nah, ini yang mungkin nanti akan kami atur lagi," ujarnya.
Walau begitu, Basuki tidak bisa memastikan berapa banyak rumah warga di lokasi bencana yang terindikasi melanggar aturan tata ruang. Menurut dia, wewenang ini berada di bawah kendali Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil. Kalaupun nanti benar terbukti ada pelanggaran di lokasi terdampak bencana tsunami saat ini, Basuki menyebut kementeriannya akan semakin mensosialisasikan lagi aturan ini lebih luas.