TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah meminta para stakeholder terkait di industri penerbangan secara intensif memantau operasional penerbangan yang bisa terdampak erupsi Gunung Anak Krakatau. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Polana B Pramesti Polana juga meminta jajarannya memeriksa fasilitas infrastruktur transportasi udara yang terdampak tsunami di wilayah Banten dan Lampung Selatan.
Baca: Begini Dampak Erupsi Gunung Anak Krakatau terhadap Penerbangan
Hal itu mengingat aktivitas penerbangan sedang tinggi selama masa angkutan udara Natal dan Tahun Baru 2019. “Untuk itu saya telah meminta Otoritas Bandara, Unit Penyelenggara Bandar Udara dan semua stakeholder penerbangan untuk terus melakukan koordinasi dan siap siaga jika terjadi hal-hal yang mengganggu aktivitas penerbangan,” ujar Polana dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 27 Desember 2018.
Berdasarkan informasi BMKG per tanggal 26 Desember 2018 pukul 19.00 WIB, sebaran debu vulkanik mengarah ke Barat Daya-Barat dengan ketinggian mencapai lebih dari 10 kilometer. Saat ini Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi juga telah menaikkan status Gunung Anak Krakatau ini menjadi siaga.
Polana mengatakan bahwa sampai saat ini belum mendapatkan Notam khusus penutupan bandara dari AirNav Indonesia selaku penyelenggara lalu lintas udara. Hanya saja, kata dia, Airnav sudah mengeluarkan NOTAM A5440/18 perihal penutupan dan re-route penerbangan yang tidak bisa dilewati pesawat akibat erupsi Gunung Anak Krakatau.
“Sejauh ini abu vulkanik dari Gunung Anak Krakatau tidak memberikan dampak kepada penutupan bandara, untuk bandara terdekat seperti Bandara Soekarno Hatta dan Bandara Radin Inten II Lampung, bandara masih beroperasi normal,” ucap Polana.
Polana juga meminta agar Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), BMKG dan Airnav untuk memberikan informasi terkait kondisi terbaru Gunung Anak Krakatau. “Dan bisa menndistribusikan informasi itu melalui NOTAM kepada airlines dan bandara,” ujar dia.
Kepala Badan Meteorologi, Geofisika, dan Klimatologi (BMKG) Dwikorita Karnawati sebelumnya menyatakan erupsi dari Gunung Anak Krakatau membahayakan untuk penerbangan. "Jelas dan itu kami pantau setiap saat dengan satelit Himawari," kata Dwikorita saat jumpa pers di gedung BMKG, Selasa malam, 25 Desember 2018. "Dari pemantauan kami, arah sebaran abunya itu akan terdeteksi dipengaruhi oleh arah angin."
Dwikorita menjelaskan bahwa BMKG telah mencoba untuk mengecek secara langsung melalui udara tebing kawah dari Gunung Anak Krakatau tersebut. Pihaknya sudah dua kali terbang mendekat untuk mengecek langsung tebing kawahnya, namun sampai saat ini belum berhasil. "Awannya tebal," ucapnya.
Baca: Pantau Gunung Anak Krakatau, BMKG Pasang Sensor di Selat Sunda
ANTARA