Global bond, menurut Rhenald, adalah pilihan instrumen pembayaran yang cukup baik terlebih dengan tenor yang panjangan. Pasalnya, dengan begitu, bond bertenor panjang ideal untuk mengurangi risiko.
Dengan kesepakatan yang terbaru ini, menurut Rhenald, Indonesia juga diuntungkan karena akan memperoleh setoran pajak bumi dan bangunan atau PBB yang sejak dulu tak pernah dibayar Freeport. "Dapat bea keluar, dapat smelter yang dulu tak di-enforce di era alm IB Sujana dan penerusnya," ucapnya.
Pemerintah Indonesia di masa lalu yang serba kompromi dan menguntungkan Freeport sehingga bisa memurnikan emasnya di Spanyol, kata Rhenald, tak mungkin lagi bisa dilakukan sekarang. Dulu, bangsa Indonesia tak tahu berapa kandungan aktual emas, perak dan tembaga.
"Kita hanya dikasih norma dan manggut-manggut saja dulu itu. Kini Freeport lebih kooperatif karena mereka mendapat lawan yang seimbang. Indonesia harus percaya diri. Harus bangga dengan equal position ini," ucap Rhenald.
Lebih jauh, Rhenald menyebutkan bahwa langkah Indonesia untuk mengambil alih sebagian besar saham Freeport itu merupakan cara untuk menguasai teknologi dan aset perusahaan. "Ikut memimpin perusahaan, sehingga lagi-lagi kita tambah pengetahuan dan kompetensinya," ujarnya. Tentu berbeda dengan jika Indonesia hanya memilih untuk mengambil hasil buminya saja.
Dengan begitu, skill itu holding pertambangan kita kelak akan makin kuat dan bisa ambil alih tambang-tambang asing lainnya dengan skala besar. Kita juga berpotensi membeli perusahaan tambang kelas dunia di Brasil, Kanada, Australia bahkan Afrika. "Jadi melihatnya harus jauuuuh ke depan. Harus berani investasi dong. Harus visioner. Dan yang lebih penting, berani untuk maju dan hidup," kata Rhenald.
Sebelumnya kata Kepala Komunikasi Korporat dan Hubungan Antar Lembaga Inalum Rendi Witular menegaskan bahwa tidak ada aset atau saham perusahaan dan anak usaha yang digadaikan ketika perusahaan menerbitkan obligasi global dalam peningkatan kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia (PTFI).
"Jangan termakan hoax. Tidak ada aset atau saham yang kita gadaikan dalam penerbitan tersebut. Mengapa bisa tanpa jaminan? Karena investor global percaya akan kinerja Inalum dan prospek bisnis PTFI," kata Rendi dalam keterangan tertulis, Ahad, 23 Desember 2018.
Obligasi global tersebut senilai US$ 4 miliar. Dari jumlah tersebut, sebanyak US$ 3,85 miliar atau Rp 55 triliun digunakan untuk pembayaran saham Freeport Indonesia dan sisanya US$ 150 juta untuk "refinancing."
Baca: Inalum: Tak Ada yang Digadaikan dalam Pembelian Saham Freeport
Holding Industri Pertambangan PT Inalum (Persero) meluruskan asumsi-asumsi yang tidak berdasar terkait pembiayaan untuk meningkatkan kepemilikan perusahaan di PT Freeport Indonesia dari 9,36 persen menjadi 51,2 persen. Obligasi global Inalum terdiri dari dari empat seri dengan dengan masa tersingkat 3 tahun dan paling lama 30 tahun denggan tingkat kupon rata-rata sebesar 5,991 persen.
BISNIS | ANTARA