TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menyoroti divestasi saham PT Freeport Indonesia yang dilakukan PT Indonesia Asahan Alumunilum alias Inalum. Menurut dia, Freeport masih dikuasai asing lantaran pelunasan pembayaran divestasi itu dilakukan menggunakan dana hasil penerbitan global bond.
BACA: Usai Divestasi, Komisaris dan Direksi Freeport Indonesia Dirombak
"Artinya itu kan dari utang asing, sama saja dimiliki asing, dibayar pakai dolar," ujar Riza yang juga Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat di D'Consulate, Jakarta, Sabtu, 22 Desember 2018. Menurut Riza, bila ingin Freeport sepenuhnya dikuasai oleh negara, seyogyanya pelunasan pembayaran divestasi itu dilakukan menggunakan duit negara atau duit rakyat Indonesia.
Caranya, kata dia, adalah dengan menggunakan uang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, penyertaan Badan Usaha Milik Negara, penerbitan domestic bond, serta mobilisasi rakyat Indonesia untuk membeli saham Inalum. "Saya raya orang Indonesia yang kaya di Papua, di Jawa, di kalimantan, semuanya akan beli," ujar Riza. "Itu prinsipnya kalau presiden dipercaya rakyat."
Riza mengibaratkan divestasi Freeport itu seperti membeli mobil hasil berutang. "Kalau utang pinjam sama anak atau orang tua enggak aapa-apa, kalau sama rentenir kan berbahaya," kata Riza.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan hari ini menjadi momen bersejarah setelah PT Freeport beroperasi di Indonesia sejak 1973. Kepemilikan mayoritas saham Freeport, kata Jokowi, akan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
"Nantinya income, pendapatan baik dari pajak maupun non pajak, royalti semuanya akan tentu saja lebih besar dan lebih baik. Saya kira ini lah yang memang kita tunggu," kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 21 Desember 2018.
Proses divestasi saham PT Freeport Indonesia kepada PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) rampungsetelah sekitar dua tahun proses negosiasi intensif antara Inalum, Freeport McMoran Inc dan Rio Tinto berlangsung. Resminya pengalihan saham tersebut ditandai dengan proses pembayaran dan terbitnya Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi sebagai pengganti Kontrak Karya PTFI yang telah berjalan sejak tahun 1967 dan diperbaharui di tahun 1991 dengan masa berlaku hingga 2021.
Dengan terbitnya IUPK ini, PTFI bakal mengantongi perpanjangan masa operasi 2 x 10 tahun hingga 2041, serta mendapatkan jaminan fiskal dan regulasi. PTFI juga akan membangun pabrik peleburan (smelter) dalam jangka waktu lima tahun.
Terkait dengan pengalihan saham, INALUM telah membayar US$ 3.85 miliar kepada Freeport McMoRan Inc dan Rio Tinto, untuk membeli sebagian saham perusahaan asal Amerika Serikat dan hak partisipasi Rio Tinto di PTFI. Dengan demikian kepemilikan Inalum meningkat dari 9,36 persen menjadi 51,23 persen.